Pasti Bisa

"Assalamu'alaikum," Hening membuka pintu, mengucap salam, masuk ke dalam rumah, melemparkan tas punggung sekolah bergambar Frozen asal melempar tanpa melihat bakal mengenai apa, dan yang terakhir dua sepatu hitamnya ia lemparkan pula tak lama berselang setelah tasnya mendarat dengan sukses di anak tangga ketiga. Satu sepatunya terlempar dekat dengan tas, satu lagi entahlah, Hening tak berniat melihatnya ada di mana. Bibir Hening persis seperti paruh bebek, maju beberapa senti ke depan, wajahnya benar-benar menampakkan kekesalan luar biasa. Seandainya bisa dikuncir, pastilah bibir Hening dapat dikuncir. Dengan langkah gontai seperti pahlawan yang kalah berperang Hening duduk di sofa. Ibu yang melihat tingkah Hening hanya geleng-geleng kepala setelah membalas salam Hening. Pasti ada yang tidak beres dengan putri cantiknya.


"Wah, putri mama sedang capek ya? Ada apa, sayang?" tanya mama sambil memeluk tubuh Hening. Dipeluk mama, membuat Hening merasa nyaman. Sejenak melupakan kekesalannya yang dialami di sekolah.

"Ma, tadi aku belajar tentang kilometer meter gitu. Tapi aku nggak ngerti-ngerti juga caranya gimana. Urutan tangganya juga nggak hafal," akhirnya Hening menceritakan apa yang membuatnya kacau sepulang sekolah.

"Aku harus gimana dong, Ma? Masak aku yang biasa jago ngitung soal gitu aja aku nggak ngerti-ngerti? Bantu aku ya, Ma."

Mama mengelus kepala Hening dengan sayang. Memahami kekesalan yang dirasakan oleh putrinya. Setiap ada hal yang belum dipahami di sekolah oleh putrinya, Hening selalu membawanya hingga pulang ke rumah. Menumpahkan kekesalannya pada mama.

"Sekarang Hening sholat dhuhur dulu, lalu makan siang, setelah itu akan mama bantu kesulitan Hening."

Hening menganggukkan kepalanya. Sebelum Hening beranjak dari sofa, mama berpesan agar merapikan tas dan sepatu sekolahnya ke tempatnya. Dengan lagak seorang tentara, Hening menjawab pesan mama. Gurat kekesalan sudah sedikit berkurang, nampak dari wajah Hening yang mulai mengukir senyum si bibir dan menapaki tangga untuk sampai ke kamarnya dengan dendang lagu dari bibirnya.

Berganti pakaian dengan segera, menggantinya dengan kaos biru bergambar Doraemon tokoh kartun kesukaannya, dengan celana pendek selutut warna hitam, Hening bergegas ambil wudhu, sholat, dan menuju meja makan untuk menyantap masakan mama yang sudah disiapkan. Dilihatnya mama asyik menggunting karton di lantai bawah. Mama bikin apa ya? Batin Hening mencoba menebak. Ah, makan sajalah, toh nanti selesai makan ia turun dan menanyakannya kepada mama.

"Mama bikin apa?" tanya Hening melihat mama masih sibuk menggunting. Mama menuliskan dengan spidol besar warna hijau muda kilometer sampai milimeter dari karton. Hening semakin penasaran dengan kejutan dari mama untuk membantunya memahami pelajaran tadi pagi di kelasnya.

"Yuk, bantu mama menempelkannya di tangga ya. Yang paling atas kilometer, urut ke bawah yaa," mama menjelaskan.

Oh, Hening mulai mengerti maksud mama. Dengan semangat empat lima Hening langsung menempel setiap karton di setiap anak tangga sesuai kata mama. Setelah selesai, mama mengajak Hening berada di tangga paling atas.

"Hening hafal lagu Pelangi- pelangi kan? Kita turun sambil nyanyi lagu itu ya. Lihat dari karton yang Hening tempel ya. KM kilometer, HM hektometer..." ucap mama dengan memberi contoh lagunya.

Hening melafalkan sebentar lagu pelangi dan kemudian mencoba menyanyikan lagu satuan panjang dengan nada pelangi. Hening kemudian menggandeng tangan mama mulai menuruni anak tangga. Dengan ceria Hening menyanyikannya, mengulangnya kembali sambil bernyanyi hingga ia hafal.

"Hore, hafal, Ma. Terus gimana caranya menghitung, Ma?"

Mama kembali tersenyum. Satu permasalahan Hening sudah bisa dilewati. Tinggal cara menghitungnya.
"Ingat, Hening, jika kita turun dari tangga, kalikan dengan sepuluh. Satu tangga turun kali sepuluh ya. Ayo, kita tempel panah turun dan angka sepuluhnya, sambil Hening tentukan angkanya jika Mama menyebutkan soal." Mama menjelaskan dan memberikan contoh angka kepada putrinya.

Hening dengan cepat naik lagi ke tangga atas, kemudian turun sesuai permintaan angka dari mama. Berdiri di tangga kilometer Hening diminta turun ke tangga dekameter, lalu Hening menyebutkan hasilnya. Turun dua tangga berarti dua kali dikalikan sepuluh. Berulang kali ia melakukan turun tangga sesuai soal yang diberikan mama. Hening kembali bersorak, ia sekarang paham pelajaran yang tadi pagi ia anggap sulit.

Mama juga mengajak Hening naik tangga dari tangga paling bawah, tangga milimeter. Mama menjelaskan bahwa setiap naik dari tangga, dibagi sepuluh. Dan Hening kembali menyelesaikan soal dari mama.

"Berhasil, berhasil, berhasil, hore!" Hening berjingkrak gembira, nggak nyangka ternyata ia bisa. Dipeluknya mama dengan cinta. "Makasih ya, Ma, aku jadi paham."

"Semua akan mudah jika kita bersungguh-sungguh, sayang. Harus selalu yakin bahwa kita pasti bisa!" Mama membalas pelukan Hening.

Benar kata Mama, harus yakin kita pasti bisa. Hening sayaaaang Mama. Ucap Hening dalam hati kembali memeluk mamanya.


#OneDayOnePost
tantangan analogi kedua

Share:

9 komentar

  1. Wah...menyenangkan ceritanya. Yah, harus yakin bisa apa pun itu. Semangaaaattt!!!

    ReplyDelete
  2. Waaah, baguus Mbak..
    Saya malah belum bikin tulisan tema minggu ini >.<


    (Cindi)

    ReplyDelete
  3. Mba Lisa ini memang guru favorit ya sepertinya. Keren

    ReplyDelete
  4. Haduuuuh... hening beruntung banget ounya mama yang baik hati, jago matematika. Menginspirasi banget mbak cerpennya. Suka suka sukaaaa!

    ReplyDelete
  5. Lagu bernada pelangi tentang satuan panjang gimana, bun lis? Hehe penasaran...

    ReplyDelete