Penghuni Baru

"Meong." Ada suara kecil membangunkan tidurku. Kubuka mataku perlahan, siapa lagi yang masuk dalam zona nyamanku, mengganggu keasyikanku dalam merajut mimpi indah. Badannya putih bersih, ada warna hitam hanya di bagian tubuh tertentu, yaitu di kedua mata dan empat kakinya. Kutaksir kira-kira umurnya baru tiga bulan. Badannya sungguh kurus, tapi rambut yang menutup tubuhnya sungguh halus. Seperti perpaduan dari kelompokku dan kucing kampung. Dia mendekatiku, langsung kepalaku tegak menatapnya garang.


"Brrr," belum bersahabat rasanya setiap Ummi membawa pulang penghuni baru dengan alasan menemaniku atau karena kasihan. Meski aku tahu, aku lah yang paling disayang di rumah ini.

Badannya yang kecil mundur ke belakang, terduduk tapi matanya tetap menatapku. Dari aromanya dia jantan sepertiku. Lihatlah ekornya, pendek dan melingkar sepertiku. Lucu rasanya mendapati ada yang ekornya sama dengan ekorku.

"Babang, nggak boleh galak! Semua dipelihara di sini, harus baik!" Ummi mengelus tubuhku.
"Yang ini Ummi kasih nama Chiko ya, Babang harus jagain dia. Chiko masih kecil, kasihan."

Oh, Ummi memberinya nama Chiko. Nama yang bagus. Chiko langsung mengeong manja di kaki Ummi. Huh, kurebahkan lagi badanku di bantal kesayanganku. Sebel rasanya, Ummi pasti akan lebih sayang Chiko dibandingkan aku, yang sudah lama menjadi kesayangannya.

"Babang, bangun ah! Ajak Chiko berkeliling dulu, kasih tahu ke dia untuk bersih ya," kata Ummi membangunkan tubuhku. Dengan terpaksa aku bangun, meliukkan sejenak tubuhku dan menatap garang Chiko. Chiko dengan gembira mendekatiku, sedangkan Ummi berlalu dari kami. Akan menyiapkan makan buat Chiko dan aku, katanya.

"Aku Babang Sinus, tapi Ummi memanggilku Babang. Di sini kamu harus bersih, nggak boleh pup ataupun kencing sembarangan, harus mau dimandiin sama Ummi. Jelas?" tegasku kepada Chiko.

Chiko menganggukkan kepalanya. Ummi memanggil kami untuk bergegas ke dapur, menikmati santapan sore kami. Nasi dengan campuran ikan tongkol yang sudah digoreng dan diaduk rata bersama nasi. Semangkuk kecil susu juga sudah ada di samping piringku dan piring Chiko. Ummi tahu, aku paling tidak suka makan sepiring berdua dengan makhluk lain. Syukurlah, jadi aku bisa puas menikmati makananku tanpa ada yang mengganggu. Lahap kusantap tak bersisa nasi di piringku. Di sebelahku, Chiko juga melahap habis makanannya. Terlihat lapar benar ia, sampai-sampai semangkuk susunya juga tandas tak bersisa. Selesai makan, mata Chiko menatapku, seolah ingin meminta tambah dari sisa susu jatahku.

"Kamu masih mau minum susu?"
Dijawabnya pertanyaanku dengan meong dua kali. Kuangsurkan mangkok susu milikku. Dengan cepat dijilatnya susu yang aku sodorkan. Aku hanya geleng-geleng kepala. Ni kucing kecil berapa hari belum makan, sampai jatah susuku pun habis diambil.

"Terima kasih, Babang," Chiko mendekat ke tubuhku dan mengelus tubuhku. Terselip rasa iba dan mulai ada sedikit rasa sayang. Membayangkan sebelum diambil Ummi bagaimana ia hidup di luar. Makan seadanya, tidur di mana saja. Aku jadi ingat cerita Tatu, kucing yang matanya terluka dan dirawat Ummi sampai sembuh. Tatu menceritakan bagaimana ia harus bersaing mendapatkan makanan sekedar mengganjal perutnya yang menagih janji makan. Jika kuat, maka akan bertahan hidup di luar. Kalau tidak, ya, seperti Tatu. Akan terluka karena tidak tangguh dalam perebutan makanan.

Mengingat semua cerita Tatu, ia bersyukur sekali. Tinggal dengan Ummi, terlahir dari induk Oxi, besar dengan kasih sayang keluarga Ummi, makan kenyang dan tidur dengan hangat. Rasa iri memang suka mampir, manakala ada makhluk lain sepertiku ikut merasakan kasih sayang Ummi. Selalu bertambah penghuni yang Ummi pelihara bersama denganku. Ya, aku tak boleh iri. Mereka juga berhak mendapatkan kenyamanan sepertiku. Toh setiap bertambah penghuni baru, aku tetap menjadi kesayangan Ummi dan keluarganya.

Kujilat tubuh kecil di hadapanku. Ada teman main sekarang, selain Tatu dan indukku Oxi. "Yuk,  kita bermain di depan, sambil aku kenalkan dengan Tatu dan Oxi indukku." ajakku.

Kami pun tenggelam dalam permainan yang kami buat. Berlari-lari dan berkejaran. Sungguh mengasyikkan.



#OneDayOnePost

Share:

12 komentar

  1. Mba lisa paling jago mendeskripsikan sesuatu. Kereeen.

    ReplyDelete
  2. Calon penulis buku anak, nih.. Semangat mbak Lisa..

    ReplyDelete
  3. kalau aku paling takut sama kucing Lis ...
    anehnya dulu pernah punya anjing kecil nemu di Gedung Juang 45 Lis

    ReplyDelete
  4. Aku suka kucing...tapi beberapa kali ngungkulin mati diracun orang jadi gak tega.

    ReplyDelete