Karena Cinta (bagian 4)

Terhidang di atas tikar pandan menu yang telah dipesan. Dua ekor ayam kampung bakar, gurame bakar tiga kilogram, berbagai lalapan, dan sayur asem serta sambal. Mata Sasya sudah lirik sana lirik sini hendak mencomot makanan kesukaannya. Badannya yang kecil bukan berarti porsi makannya sedikit. Biasanya tak akan berhenti mengunyah sebelum makanan habis, itu prinsip Sasya yang akhirnya diikuti oleh dua sahabatnya, Altamira dan Helena. Para suami mereka hanya tersenyum jika istri-istri mereka masih sibuk menghabiskan makanan, sedangkan mereka sudah selesai. 

"Aku mau makan pake ayam bakar dulu. Say mau makan pake apa?" tanya Sasya. Tangannya sibuk memindahkan nasi ke piringnya, kemudian mengambil ayam bakar bagian paha. 

Yang ditanya tersenyum. "Samaan saja ya, sepiring berdua saja, Yank. Nanti kalau mau nambah gurame, ambil lagi."
Dijawab anggukan kepala oleh Sasya. Helena dan Altamira juga sudah mulai menyantap makanan.

Sibuk menikmati makanan dengan sesekali ditimpali obrolan ringan dan gurauan. Hanya Awan yang masih sibuk dengan ponsel pintarnya. Mungkin ada bisnis atau apalah. Helena sering mengeluhkan perbuatan Awan ini kepadanya dan Altamira.

Terlahir sebagai sulung, tidak serta merta membuat Helena menjadi gadis yang mandiri. Sifat manjanya masih kuat meskipun dia mendapat tugas pengabdian di Bogor, jauh dari orang tuanya. Banyak hal dan pemikiran bahkan sikap dari Helena yang sering membuat Sasya ataupun Altamira harus geleng-geleng kepala. Si kepala batu yang susah diberi nasehat. 

"Sebel sama si Awan. Bosen ah, pengen udahan saja. Nggak mau nerusin pernikahan ini." Keluh Helena siang itu sepulang sekolah di kontrakan Sasya. Sejak Helena menikah disusul Altamira, Sasya akhirnya memilih pindah kontrakan lebih kecil. 

Altamira dan Sasya memandang wajah ayu Helena. Ada bekas tangisan sisa semalam sepertinya. Sudah berkali-kali hal begini dikeluhkan oleh Helena. Sikap Awan yang cuek, nyaris tak perduli dengan Helena dan anak-anaknya. Padahal usia pernikahan mereka belum lama. Tahun 2012 pertengahan Helena memutuskan untuk serius dengan Awan. Perkenalannya yang singkat di desa ini, tak membuat Helena ragu memilih Awan. Padahal kedua orang tuanya sudah menyiapkan pasangan untuk Helena. Lebih kaya dan mapan dibandingkan Awan. Sekalipun mendapat pertentangan dari orang tuanya, Helena tetap keras kepala memilih Awan. Dengan bujuk rayu, akhirnya luluh juga orang tua Helena. 

"Ingat nggak, dulu bagaimana berjuang mendapatkan restu hingga bisa menikah?" sindir Altamira. Sasya mengiyakan dengan anggukan kepala. Helena hanya nyengir tak berarti.

"Nggak ingat kali ya, bagaimana nangisnya berdua dulu, jika tetap tak dapat restu. Ingat juga ketika kita harus bermain petak umpet agar kamu bisa bertemu dengan Awan, sedangkan calon suami yang dibawakan ibumu datang." tambah Sasya tak kalah kerasnya.

Helena semakin menunduk. Tanpa disadari air matanya jatuh perlahan dari bulat matanya. "Jujur aku masih sayang dengan Awan. Tapi kenapa dia cuek? Dia asyik bermain dengan dunianya, yaitu telefonnya. Kalian ingat tentang si Jurik?" pelan Helena menjawab.


Bersambung....

#OneDayOnePost
#TantanganMenulisCerbung

Share:

11 komentar