Setumpuk Kata dalam Sepi bagian 1

Kutimang pelan buku tebal bersampul biru langit dengan gambar mawar biru di bagian sampulnya, nyaris tertutup dengan debu. Kutemukan buku tebal ini bersama buku-buku agenda kerja lainnya dalam laci meja. Aku tak pernah melihatnya, pun saat istriku duduk di meja kesayangannya. Meja yang selalu mengantarkan imajinasinya dalam tarian laptop dan berlembar-lembar kertas, yang selalu menyita waktu malamnya untuk berjaga lebih lama. Apa isi buku ini?


Ada rasa penasaran mulai menggelitik tanganku untuk segera membuka lembar demi lembar. Perlahan kuusap debu pada bagian sampul menggunakan tisu yang ada di sudut meja kanan, berjejer dengan kotak tempat menyimpan pensil, pulpen, dan alat tulis lainnya. Mulai terlihat gambar asli dari buku tebal ini. Tak hanya mawar biru, tapi terlihat pula gambar seorang wanita berhijab memundukkan wajahnya. Warna buku ini masih bagus, menandakan dirawat oleh pemiliknya.

Kubuka sampulnya, menuju lembar pertama dalam buku. Ada foto pernikahan kami dua puluh tahun silam. Aku tersenyum memandang foto kami berdua. Di foto tersebut kugenggam tangan kanan istriku, mengenakan baju pengantin warna biru langit, warna kesukaan istriku. Tertulis tanggal pernikahan kami dan sebaris doa untuk kehidupan selama mengarungi samudera kehidupan.

Puas menatap sekeping kenangan tentang pernikahan yang telah lewat.melalui foto, kulanjutkan membuka lembar kedua. Tulisan tangan dengan tinta hitam hampir memudar, tapi masih bisa kubaca. Kusandarkan tubuhku di kursi, sebelum aku membuka lembar-lembar berikutnya. Sepertinya ini membutuhkan waktu yang lama.

6 Mei 1996
Hari ini awal aku akan memulai babak baru dalam hidupku. Menjadi pendamping dari lelaki yang belum begitu kukenal. Lelaki yang telah dengan paksa merenggut harga diriku. Mengoyak kehormatanku tatkala aku enggan diajak menikah, hanya karena aku masih ingin menuntut ilmu. Semoga pernikahan ini awal dari memperbaiki diri. Membersihkan dari dosa yang telah tergores dengan paksa. Aku akan belajar mencintai suamiku. Dengan keyakinan janjinya, beliau mencintaiku, meski jalan yang ditempuhnya salah

Terasa berat nafas yang kukeluarkan. Ingatanku kembali terkoyak kejadian dua puluh tahun lebih yang lalu. Bagaimana aku mengenalnya sebagai gadis manis, dengan kerudung besarnya, cekatan ketika mengerjakan pekerjaan, berjalan juga selalu dengan langkah cepat, seolah dikejar dengan waktu. Aku yang saat itu bekerja sebagai kepala regu di sebuah pabrik kain, dan dia sebagai karyawan training. Sejak pertama aku melihatnya, aku sudah dibuat jatuh cinta.

Dan aku mencari berbagai cara agar tahu lebih banyak tentangnya. Hingga aku mendapatkan informasi. Gadis manis dengan bola mata bulatnya, boleh dibilang tingginya hanya sebahuku, asli orang jawa, baru lulus SMA, dan bekerja karena ingin kuliah. Namanya Mei, sama seperti bulan lahirnya.

Mengenal Mei beberapa bulan selama dalam lingkungan kerja pabrik, tak membuatku tahu banyak tentangnya. Sehingga aku selalu membuatnya berada dalam satu grup kerja denganku, di bawah pimpinanku sebagai kepala regu. Tak lain hal tersebut untuk membuatku dekat dengannya. Hingga suatu waktu, kuberanikan untuk berbincang sepulang kerja.

"Aku suka kamu, Dek Mei," ucapku saat itu sepanjang jalan menuju bus jemputan. Terpaksa kukatakan perasaanku karena Mei selalu menghindar. Dia sudah tahu kalau aku, kepala regunya memiliki rasa.

Mei menghentikan langkahnya, sekilas menatapku untuk kemudian memalingkan wajahnya. Melihat dia berhenti, aku juga berhenti. Kulanjutkan ucapanku. 
"Aku bahkan mencintaimu. Aku ingin menikah denganmu."

Terdengar konyol dan tidak romantis memang. Tapi pikirku, mumpung ada waktu. Kupandangi wajah manisnya. Tak ada ekspresi apapun setelah ucapanku.


Bersambung....


#OneDayOnePost
#Tantangan cerita bersambung

Share:

17 komentar

  1. Catatan tgl 6 Mei 1996. Isinya berbau pemaksaan kehendak. Agak menyeramkan membayangkan kejadian apa itu.

    Mba-ku ini berhasil membuat hati penasaran.
    Saya suka tulisannya mba

    ReplyDelete
  2. Mei...
    Jd ingat novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah.

    Keren deh mbak Lis...
    Penasaran aku sama si Mei ini...

    ReplyDelete
  3. Mei...
    Jd ingat novel Kau Aku dan Sepucuk Angpau Merah.

    Keren deh mbak Lis...
    Penasaran aku sama si Mei ini...

    ReplyDelete
  4. ahh sweet banget mba ^_^ ..

    tapi koreksi hehe baris kelima yang warna kuning kalimat "meski jalan yang ditempuhnya salah" engga ada tanda pemberhentinya (.) mba lis hihi

    ReplyDelete
  5. Suka..suka sekali tulisan mb Lisa yg berbau romance. Seolah visa masuk me dalamnya

    ReplyDelete
  6. Waaah jadi inget mantan aku, namanya mei. Eh baper deh. Keren sekali mba.

    ReplyDelete
  7. Lis, kisah ini menohok perasaanku. Sisi kelam skandal asmara rakyat pinggiran (buruh pabrik).

    ReplyDelete
  8. mbak Lisa semakin keren nulisnya.. bikin penasaran.. oke lanjuutt..

    ReplyDelete
  9. Ih mbak lisa. Makin jagoan bikin fiksi. Kudu belajar nih sama mu mbak..

    ReplyDelete