Pengalaman Naik Ojek

Pengalaman dengan Ojek

Menulis kisah atau pengalaman ketika naik ojek, hmm, membuat saya sedikit berpikir. Mencoba menggali ingatan saya, karena saya termasuk orang yang jarang memggunakan jasa ojek. Ke mana pun saya pergi, biasanya saya lebih senang dengan membawa sendiri kuda besi yang saya miliki. Melaju memecah jalanan aspal menuju ke tempat yang saya inginkan. Tapi, baiklah, saya ingat. Saya pernah menggunakan jasa ojek. Dan ini pengalaman yang membuat saya agak takut memakai jasa ojek. Wah, apa tuh?

Tahun 2012 bulan Desember saya menyempatkan liburan ke Ngawi, salah satu kota tempat tinggal kakak saya yang pertama. Tinggal di sana sekitar satu minggu. Nah, kejadian ini bermula ketika saya pulang menginap dari rumah teman saya di Solo. Pagi sekali saya sudah pamit pulang. Naik bis dari Solo. Untuk turun dari bis, saya masih hapal tempatnya. Nggak tahu namanya, tapi saya ingat. Pokoknya mata saya melihat sisi jalan agar tidak salah turun.

Turun dari bis, saya segera menelepon kakak minta dijemput. Maklum, saya baru dua kali ke tempat kakak ini. Lokasi rumahnya yang jauh dari jalan raya, membuat saya sulit menghapal. Hanya tahu nama desanya. Ternyata kakak sedang tidak di rumah, dan beliau menyarankan kepada saya agar naik ojek dengan petunjuk turun yang harus saya katakan kepada ojek nantinya.

Singkatnya saya paham, dan meluncurlah saya dengan ojek. Saya yang agak susah dalam mengingat jalan, berusaha mengumpulkan ingatan agar tidak tersesat. Namun, ketika akan naik tadi, saya sudah bilang sesuai pesan kakak. Di tengah jalan, kami harus mengambil jalan yang sungguh saya tidak tahu arahnya dan belum pernah saya lewati. Kata si bapak, karena ada hajatan, jadi lewat sini. Ya sudah, saya ngikut. Karena pikir saya, bapak ojek sudah tahu jalan dan alamat yang saya katakan.

Lama saya dibawa muter-muter. Dalam hati kok nggak sampai-sampai. Ada rasa takut karena melewati jalanan sepi. Akhirnya saya beranikan kembali bertanya, "Maaf, Bapak sebenarnya tahu tidak alamat yang saya katakan tadi?"

Apa coba jawaban ojek? Jawabannya membuat saya ingin menangis. "Maaf Bu, sebenarnya saya nggak tahu alamat yang Ibu katakan tadi. "

Aduh, rasanya ingin marah tapi nggak tega. Dalam hati saya menggerutu, kok tadi ngaku tahu to pak, alamat yang saya katakan. Dengan berat hati, saya minta berhenti, saya bayar ojeknya, dan saya menelepon kakak agar dijemput. Sebelumnya saya harus bertanya terlebih dahulu kepada orang yang lewat, posisi saya ada di mana.

Setelah mengatakan posisi saya ada di mana, dijemputlah oleh kakak ipar yang curiga juga, saya kok belum sampai dengan ojek. Saya pun diminta menunggu dan tidak ke mana-mana.

Alhamdulillah, tidak jadi hilang, batin saya. Berhasil pulang ke rumah kakak.

Sejak itu, setiap naik ojek saya akan pastikan dengan benar, tukang ojeknya tahu dengan pasti alamat yang saya minta. Agar tidak terulang kejadian ini lagi.

#KabolMenulis7
#Day-12

Share:

0 komentar