Jangan Menulis, jika...


Menulis itu sungguh menyebalkan!
Lho kok menyebalkan? Bukankah menulis itu pekerjaan yang sangat mengasyikkan? Kenapa bisa menjadi memyebalkan? Dan lihatlah judulnya, jangan menulis! Mengapa pula ada larangan menulis? 
Nah, lho, jadi muncul banyak pertanyaan ya. Tentu saja setiap pernyataan yang terlontar pasti akan menghasilkan konsekuensi hasil yang berbeda. Tidak selamanya akan mendapatkan jawaban setuju atau senada dengan kita. Bisa jadi kalimat kita menjadi bumerang bagi diri kita. Kok bisa? Hehehe.. makin ngawur ya. 

Kembali ke bagian awal. Betul lho, menulis itu menyebalkan. Terutama bagi saya pribadi. Membuat hati ini begitu kesal ketika ide sudah berlompatan di kepala tapi jari terhalang pekerjaan utama sehingga ide tulisan hanya jadi isi outline semata. Menyebalkan juga bagi saya karena ketika asyik menulis, saya sering terganggu dengan bocil yang ikut terbangun. Padahal saya menulisnya malam hari, bukan saat si bocil ini melek. Menyebalkan sekali buat saya, karena kalau jari sudah asyik menuangkan ide, rasanya tak mau berpaling dengan kegiatan lainnya. Kalau sudah begitu, ya saya tutup lapak akhirnga. Eh, tutup laptop maksudnya. 

Lalu, apa kaitannya dengan judul? 
Heheheh.. senyum dulu deh! Saya pribadi menyenangi dunia aksara sejak kecil. Jari tangan sering iseng membuat surat kepada sahabat pena di luat kota. Tentu saja waktu itu saya masih SD, belum tahu bagaimana membuat kalimat yang bagus. Namun, saya PeDe saja mengetik sebuah surat meskipun ujungnya tidak dibalas. 

Di SMP,  kegiatan menulis juga belum berkembang dengan baik. Masih bermain dengan mesin ketik dan berkirim surat kepada sahabat pena. Alhamdulillah, mulai berbalas. Usia SMP saya memiliki tiga sahabat pena dari luar kota Nganjuk. 

SMU baru kemampuan menulis saya terasah. Diajak oleh guru Bahasa Indonesia untuk selalu ikut perlombaan menulis. Walaupun, belum pernah menang juga. Tapi di sinilah kemampuan menulis saya diasah. Belajar EYD dengan baik, digembleng meskipun saya juga sering lupa. Hal membahagiakan ketika saya berhasil menjuarai lomba mengarang dalam rangka HUT Anjuk Ladang. Saya pulang membawa piala tropi besar hadiah bupati. Dari situ semangat saya menulis semakin besar. Tiga kali mencoba mengirimkan cerpen di sebuah radio untuk dibacakan. Rasanya senang ketika cerpen saya yang dipilih oleh penyiarnya untuk dibacakan. 

Vakum menulis ketika saya menikah, kuliah, dan kerja. Alasan minim waktu membuat saya tidak produktif. Padahal mesin ketik pembelian almarhum bapak saya bawa jauh-jauh dari Nganjuk. Di sini saya merasa sedih. 

Nah, kembali menulis ketika bertemu dengan komunitas yang luar biasa semangatnya. One Day One Post yang digagas oleh Bang Syaiha kembali menyalakan semangat menulis. Memang benar, berkumpul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama, akan membuat kita bertumbuh dengan hebat. Mimpi yang pernah terbayang kembali muncul dan siap untuk mewujudkannya. 

Lalu, kenapa menulis? 
Ya, tentu saja menulis. Karena menulis itu membuat kita terlena dari dunia mana pun. Menulis mampu membuat kita menjadi apa dan siapa saja. Bukankah dengan menulis kita juga bisa menebarkan kebaikan? 

Jadi, ketika kita sudah memutuskan untuk menulis,  kita tidak akan bisa berhenti untuk menuangkan ide. Kita akan terus, terus, dan terus menulis. Seolah jari kita akan kewalahan menangkap ide yang yerus bermunculan. Dan dari sinilah semua mimpi akan bisa kita wujudkan satu persatu. Perlahan dan pasti. Tentu saja harus diiringi dengan konsistensi dari kita. Optimis bahwa tulisan kita akan menemukan takdirnya. 

So, jangan berhenti menulis kalau Anda ingin mimpi Anda menjadi penulis terwujud. Jangan menulis kalau tak ingin terlena dalam dunia aksara yang kita ciptakan. Menulislah, karena menulis mampu merubah dunia.

#TantanganmbakHiday
#OneDayOnePost

Share:

3 komentar

  1. Iya...menulis membuat kita terlena dari apapun. Bisa menjadi siapa dan apapun

    ReplyDelete
  2. Jangan menulis jika tak ingin meninggalkan jejak aksara yang bermanfaat bagi orang lain 😊

    ReplyDelete