Lebih Dekat dengan Fabel


Pernah mendengar fabel? Atau bahkan mungkin membacanya? Apakah sudah pernah membuatnya juga? Saya rasa, hampir semua anak bahkan orang dewasa sangat menyukai dengan cerita fabel yang satu ini.

Lalu, apa sih fabel itu? Bisa kah menulis cerita fabel menjadi sebuah cerita yang sangat menarik untuk dibacakan ke anak-anak sendiri?

Jawabannya, BISA DONG! Siapapun bisa menulis cerita fabel dengan tokoh yang disukai. Suka-suka penulisnya mau pilih tokohnya siapa, asalkan harus tetap mengikuti pakem dalam menulis fabel. Waduh, apa tuh pakemnya? Bukannya kalau mau nulis mah, nulis aja. Nggak usah mikirin pakemnya segala. Bikin ide mentok tuh!

Mentok ide membuat cerita anak? Ini dia cara mengembangkan ide cerita.

Bukan begitu, Marimar! Pakem menulis fabel ini digunakan sebagai rambu-rambu agar saat menuliskan ide kamu nggak ngelantur ke mana-mana. Pan berabe, Marimar, kalau kamu nggak pake rambu-rambu. Orang jalan kaki aja kudu tetep ngikuti rambu-rambu lalu lintas kan? Nah, begitu pula dengan fabel ini. Biar ceritanya makin bagus!

Trus, apa saja dong, pakem dalam menulis fabel?
Sebelum membahas pakemnya, yuk, cari tahu lebih dahulu tentang fabel.

Apa sih fabel itu? Yah, fabel adalah sebuah cerita anak dengan tokoh berupa hewan atau binatang. Fabel sendiri bagian dari dongeng. Sebuah cerita fantasi yang dapat melebarkan imajinasi penulis.  

Oh, ya, tulisan ini bukan berarti saya sudah ahli banget ya, membuat fabel. Saya masih harus banyak belajar. Terlebih dengan menuliskan kembali apa yang sudah saya dapatkan dalam 'rumah' ini, maka jika suatu saat saya lupa, tinggal mampir dan membacannya ulang.

Saya hanya ingin mengulas sedikit mengenai pakem dalam menulis fabel berdasarkan apa yang sudah saya dapatkan ketika belajar bersama Pak Bambang Irwanto. Bagian kecil yang nantinya ada dalam tulisan ini, semoga mampu memberikan manfaat buat siapa saja yang sudah mampir dan membacanya. Intinya sih, itu tadi, saya lebih mudah mengingat materi yang telah diberikan oelh Pak Bambang. 

Dalam kelas yang saya dapatkan, fabel ternyata memiliki tiga versi dalam menulisnya. Tidak semata-mata pokoknya tokohnya hewan, lantas jadi fabel. Tidak, Ferguso!!! 


Ada beberapa hal yang perlu juga dipahami sebelum menulis cerita fabel. 

Versi fabel yang saya dapatkan adalah:

1. Versi Pertama

Pada fabel versi ini, semua tokoh dalam cerita adalah hewan. Tidak ada tokoh manusia yang ditambahkan dalam cerita. Jadi, murni tentang binatang thok!

Kalau begitu, apa yang perlu diperhatikan jika tokohnya binatang semua? Apa saja pakem dalam versi pertama ini?

Tingkah laku tokoh binatang dalam versi pertama, cirinya, dan semua kegiatannya berlaku selayaknya hewan itu sendiri. Bahkan settingnya juga merupakan setting untuk binatang. Catat ya, Tetap utuh sebagai hewan. 

Contohnya, kamu ingin membuat fabel dengan tokoh katak yang merasa minder dengan suaranya yang tidak sebagus suara katak lainnya. Maka tokoh katak akan bersuara seperti katak.  Di dalam cerita, tokoh katak ini mendapat semangat untuk terus berlatih agar suaranya menjadi bagus sebelum musim hujan datang. Dengan berlatih akhirnya dia pun memiliki suara yang bagus. 

Nah, contoh di atas ini tetap menampilkan tokoh murni atau asli dari binatang katak beserta settingannya.


2. Versi Kedua

Bagaimana dengan dengan versi kedua? Pada versi ini, tokoh hewan bertingkah laku seperti manusia. Mereka bersekolah, bekerja, atau melakukan kegiatan seperti manusia pada umumnya. Tetap menggunakan tokoh hewan ya, tidak memasukkan tokoh manusia. 

Di dalam versi yang ke-2 ini tetap memegang pakem sesuai logika binatang, ya. Jangan sampai terjebak, mentang-mentang membuat tokoh seperti manusia yang bisa bersekolah, bekerja, lantas memasukkan ide tokoh binatangnya sedang makan sate ayam atau sedang berjualan mi ayam.

3. Versi Ketiga

Nah, versi terakhir pada cerita fabel nih, kita boleh memasukkan tokoh manusia sebagai pendukung dalam cerita. Tapi ingat, manusia hanya berperans ebagai tokoh pendukung dari cerita fabel yang dibuat. Tokoh hewan tetap sebagai tokoh utama dalam cerita. 

Saat menjadikan fabel versi tiga, yang harus dipahami adalah hewan tersebut masuk dalam kehidupan manusia. Manusia tidak bisa bercakap-cakap dengan hewan yang dijadikan tokoh utamanya.

Contohnya begini, ada seekor semut yang menempati rumah manusia. Semut ini memiliki tempat rahasia untuk mencari makanannya. Dia juga tidak mau memberitahu teman-temannya tempat rahasianya ini. Hingga suatu hari, si semut terjebak tidak bisa bergabung dengan kawanan semut lainnya, karena pemilik rumah menggoreskan kapur ajaib. Hingga akhirnya dia ditolong oleh temannya sebab mereka menyadari satu ekor semut tidak ada di dalam barisan.

Jadi, semut sebagai tokoh hewan masuk dalam kehidupan manusia, tapi tidak melakukan percakapan dengan manusia. Berinteraksinya layaknya binatang berinteraksi dengan manusia dalam kehidupan nyata. Namun, tokoh binatangnya tetap melakukan percakapan yang tidak bisa didengar oleh manusia. Tokoh utama tetap hewan itu sendiri.

Satu ide tokoh binatang bisa dibuatd alam dua versi atau ketiga versi sekaligus. Wah, benarkah? Saya coba buat sesederhana mungkin, ya, agar mudah dipahami.

Misalkan saya memiliki sebuah ide tentang fabel ini sebagai berikut:

Saya ambil tokoh seekor Belalang. Pada fabel versi pertama, saya buat Belalang dengan settingannya memang untuk Belalang. Saya memasukkan ide begini: 

Belalang ini suka sekali mengeluarkan suara yang sangat keras dan mengganggu teman-temannya yang lain tanpa melihat waktu dan situasi. Hingga suatu hari Belalang tidak mempunyai teman karena merasa berisik dengan suara dari Belalang. Akhirnya Belalang mencoba mencari tempat yang sepi saat ingin mengeluarkan suaranya yang nyaring agar tidak mengganggu temannya.

Jika ide di atas saya buat dalam versi dua, maka Belalang bisa dikaitkan dengan kontes menyanyi yang sedang diadakan di hutan. Belalang sedang giat berlatih, dia akan bernyanyi di mana pun tanpa melihat tempat. Hal ini membuat teman-temannya terganggu dan menjauhi belalang. Mereka tidak mau lagi bermain dengan belalang. Belalang pun akhirnya mencari ruangan kedap suara untuk melatih kemampuan bernyanyinya sebelum kontes berlangsung. 

Apakah ide di atas juga bisa dibuat dalam versi tiga? Bisa banget!!!

Belalang ini bersahabat dengan tupai. Mereka selalu makan kelapa bersama di kebun milik manusia. Suatu saat belalang tertangkap oleh anak manusia yang akan membawanya untuk tugas IPA sekolahnya. Tupai pun menolongnya dan membebaskan belalang.

Selain pembagian versi di atas beserta pakemnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat cerita fabel. Apa saja itu? 


Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan saat membuat fabel:

1. Utamakan riset

Meskipun tokoh cerita berupa binatang, tetap mengutamakan riset dalam membuatnya. Jangan sampai tokoh binatang yang kita buat kita tidak tahu dengan baik ciri dan karakternya. Atau bahkan tempat tinggalnya. 

Misalkan, kita ingin menuliskan tentang tokoh beruang kutub  sebagai tokoh utama, tapi lupa kalau beruang kutub ini diceritakan tinggalnya di hutan tropis. 

Nah ... nah, nggak nyambung kan? Ini ketahuan banget nggak pake riset dahulu sebelum menuliskan idenya. Jangan mentang-mentang dongeng kamu lupa melakukan riset terhadap tulisanmu.
 
2. Perhatikan unsur logika.

Unsur logika tetap diperhatikan, ya! Jangan sampai mentang-mentang cerita fabel lantas logika.

Maksudnya? Gini lho, biarpun ini adalah salah satu dongeng dengan tokoh hewan, kamu nggak mau kan kalau dianggap halu banget sama pembaca? Logika harus tetap nomor satu dalam cerita yang kamu buat. Kalau kamu mengambil tokoh binatang seekor kucing yang logikanya dia nggak bisa terbang, ya jangan menjadikan tokohmu bisa terbang dan berkeliling hutan. 

Atau itu tadi, sudah saya singgung di atas. Tokohmu bisa makan sate ayam dan berjualan mi ayam. Biarpun kamu menciptakan tokohmu sebagai tokoh yang bertingkah laku seperti manusia, tetap logika harus diutamakan.
 
3. Perhatikan habitat hewan

Ketika menuliskan fabel, ingat, harus tetap memerhatikan habitat hewan tersebut. Apalagi jika kamu menuliskan tokohnya lebih dari satu. Hewan yang kita gunakan sebagai tokoh harus dalam satu habitat. Nggak boleh berbeda-beda. 

Misalkan ingin menampilkan fabel versi dua, lalu memasukkan tokoh burung, jerapah, singa, penguin. Tokoh-tokoh ini memiliki habitat yang berbeda.

Namun, jika kamu hanya mengambil satu jenis tokoh hewannya, boleh juga kok. Seperti contoh tadi, tentang katak dengan sekelompok katak lainnya.

4. Gunakan pov 3.

Tak kalah pentingnya saat membuat fabel, sebisa mungkin menggunakan pov 3. Nggak seru kan, membayangkan kita sebagai tokoh utama, yaitu hewan. 


5. Tidak memasukkan hal yang mengerikan

Ini yang penting, usahakan tidak ada unsur menerkam atau saling memangsa pada saat menuliskan fabel. Mengapa? Karena ini cerita yang dubuat untuk dibaca oleh anak, ketika tokohnya memangsa hewan lain kesannya akan menyeramkan bagi anak. Jadi, sebisa mungkin hindari ya! 

Kamu masih bisa memasukkan karakter lainnya yang memang cocok untuk usia anak-anak.

6. Masukkan karakter dan manfaat dari tokohmu

Hal ini akan menarik sekali jika dalam cerita fabelmu, kamu menambahkan manfaat dari cerita yang kamu tulis. Misalkan, kamu memilih tokoh landak yang  tidak suka dengan durinya, karena dianggap mengganggu temannya. Nah, bisa dimasukkan manfaat duri landak ini dalam ceritamu. 

Landak yang dalam bahaya akhirnya bisa menyelamatkan diri dari hewan lain berkat duri di tubuhnya.

Nah, itulah hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan cerita fabel. Yuk, menuliskan kisah hewan di sekitar kita dengan bahasa yang menarik! Semangat menulis! 

Tulisan ini sudah pernah ditayangkan di blog pada tanggal 3 Desember 2017 dan diedit ulang dengan melakukan penambahan di sana-sini.

Share:

4 komentar

  1. Keren, Mbak Lisa.
    Hanya perlu diperjelas, tiga versi itu menurut saya ya. Jadi bukan versi yang sudah dipakemkan dalam penulisan fabel. Karena tiap penulis kan pasti berbeda.

    Misalnya, ada fabel yang ditulis tokoh hewannya bisa berkomunikasi dengan tokoh lain, termasuk tokoh manusia. Kalau pakem saya, tokoh hewan tidak boleh berkomunikasi dengan manusia.

    Tapi ini versi saya, dan bukan patokan. Jadi kalau ada cerita, hewannya bisa berkomunikasi dengan manusia, tentu saja tidak apa-apa.

    Terus semangat menulis, Mbak Lisa.

    ReplyDelete
  2. Mba Lisa, mantap. Saya juga senang dengan cerita anak setelah belajar dengan Pak Bambang Irwanto.

    ReplyDelete