Namaku Jacob

Hasil gambar untuk gambar burung kakak tua putih
image by google

Kepalaku celingukan ke kanan dan kiri. Memandang sekitar yang masih terasa asing. Pohon-pohon yang menjulang hingga ke awan. Hijaunya daun seperti mewarnai sekelilingku. Dahan yang besar, melebihi besarnya rangkulan orang dewasa. Satu lagi yang membuatku sedikit kaget. Aku diminta untuk bisa menggerakkan satu pasang bagian tubuhku yang sudah lama tidak berfungsi. Kaku dan rasanya aneh.


“Kamu baru ya di sini?” sapa sebuah suara merdu. Warna merah dipadu biru miliknya sungguh membuatku terpesona. Ukuran tubuhnya sedikit lebih kecil dariku. Di sampingnya, tak jauh dari tempatnya berdiri, kulihat tubuh berwarna hijau. Jelas aku tahu perbedaannya. Si biru berpadu merah adalah betina, sedangkan yang bertubuh hijau adalah jantan sepertiku.

Aku hanya mengangguk. Mencoba tersenyum, membalas perlakuan ramah mereka. Ada juga sepertiku. Berwarna putih dengan jambul kuning manisnya.

“Sebelumnya kamu tinggal di mana?” kini jantannya bersuara.

“Aku dirawat oleh seorang yang baik hati hampir 17 tahun.”

“Oh ... pantas jika kamu sedikit bingung ketika disuruh ambil sendiri makananmu,” gumamnya pelan. Nyaris tidak terdengar oleh telingaku.

Aku hanya bersuara pelan, semacam tertawa tapi kutahan. Jelas sekali terlihat oleh mereka kalau aku terbiasa makan tanpa mencari. Tinggal makan apa yang diberikan. Bahkan untuk terbang saja, aku sedikit kaku. Kalau naik motor bersama orang, aku jagonya. Duduk bertengger di pundak, lalu kami berkeliling desa.

Mengingatnya membuatku sedih. Sebelum aku diserahkan ke Taman Nasional ini, ia berpesan agar aku ingat makan, baik-baik berkumpul dengan kawan-kawanku.

“Hei, jangan melamun!” tiba-tiba muncul seekor Kakak Tua putih sepertiku. Mengagetkan dan membuyarkan lamunan.

“Hanya ingat tuanku saja.”

“Aku dahulu juga dikarantina sepertimu. Lebih lama darimu. Dua puluh tahun aku bersama tuanku. Makan tinggal makan, tak perlu bersusah payah mencari. Tentunya awal-awal di sini aku juga sedih.”

Semua diam menyimak ceritanya.

“Tapi lama-lama aku senang. Inilah duniaku. Bisa terbang bebas memandang langit biru. Menikmati udara yang masih bersih. Bertemu dengan teman-teman semua. Ada Kakak Tua seperti kita. Ada Bayan, Kasuari, dan banyak lagi unggas di sini. Bebas di alam terbuka. Dan yang paling penting aman dari senapan liar yang memburu kita. Aku nggak mau menjadi burung yang disimpan dalam botol air mineral.” Jelasnya panjang lebar.

Kami yang mendengar manggut-manggut.

“Namamu siapa?” tanyanya setelah lama terdiam.

“Aku Jacob,” kataku berkenalan. Dia memperkenalkan dirinya dan dua ekor burung Bayan yang dari tadi ikut mendengarkan ceritanya.

Dalam waktu tak begitu lama, aku sudah membaur bersama mereka. Mengepakkan sayap untuk melihat indahnya Taman Nasional yang ada di Maluku.

#OneDayOnePost

#MariKitaJagaFaunaIndonesia

Share:

2 komentar