|
www.sigambar.com |
Pernahkah Anda lupa tersenyum untuk hal yang sederhana? Yuk baca, sedikit kisah saya dengan anak saya yang ke dua tentang senyum.
|
image by google |
Berhari-hari Ruyu mengikuti permintaan temannya. Tidak berkokok di
dekat kandanng mereka, melainkan pergi menjauh. Selama itu pula Bebek, Mentok,
dan Angsa selalu terlambat mencari makan. Mereka terbangun ketika matahari
sudah tinggi. Tentu saja makanan yang biasa mereka cari dengan mudah di pagi
hari sudah menjadi santapan ayam-ayam lainnya. Perut mereka lebih sering kosong
hingga sore menjelang kepulangan ke kandang.
|
image by google |
Pagi yang cerah menyuguhkan indahnya pahatan alam. Embun pagi masih
menyisa di dedaunan. Suasana belum begitu terang, karena matahari juga nampak
malu-malu menyembul. Burung masih enggan keluar dari saranngnya yang hangat. Namun,
tidak untuk Ruyu. Ayam jago yang satu ini dengan lincah melompat keluar dari
kandangnya. Dengan gagah, dada membusung, siap menyuarakan nyanyiannya yang
merdu.
|
image by google |
“Nduk, nggak pareng bobok lho. Ayo, melek sek!” Bapak menepuk tanganku yang mulai lemah pegangan tangannya di
pinggang bapak. Aku hanya diam tak menjawab. Mataku rasanya sudah lengket
sekali. Sulit diajak untuk bertahan. Padahal rumah masih jauh lagi.
|
pixabay.com |
Aku melihat ada sebuah baskom kosong di sebelah air berada. Aku meloncat
dengan sekuat tenaga agar sampai dalam baskom. Hup!
“Hore ... aku bisa keluar dari gelas yanng sempit!” teriakku dengan
senang. Aku segera bergerak denngan lincah. Berlari tak tentu arah ke setiap
tepian baskom. Tapi itu tak lama. Aku kembali merasa sempit. Tubuhku masih saja
terantuk dengan baskom. Bibirku kembali mengerucut, pertanda kesal.
|
pixabay.com |
“Huf, lega rasanya, aku bisa juga keluar dari ruangan yang
berdesakan dan dingin,” kataku senang.
Ketika pertama kali tubuhku dilepaskan dari kotak beku, aku langsung
meluncur ke dalam gelas. Suhu yang tidak terlalu dingin membuatku senang bukan
main. Kuedarkan pandanganku. Berkeliling menatap ruangan. Menurut yang
kudengar, ini namanya dapur. Ada rak piring kecil dekat dengan bak pencucinya.
Berderet pasukan piring dan gelas berbaris dengan rapi. Badan mereka sungguh
kinclong mengkilap. Bersih dan wangi.
|
pixabay.com |
Mataku tak berkedip menatap makhluk aneh yang muncul di hadapanku. Tinggi,
berwarna hijau, dengan tubuh dan bentuk tak beraturan. Kepalanya bergelantungan
plastik dan botol bekas. Seluruh tubuhnya penuh dengan lumpur, semua jenis
sampah tertempel di sana. Mulutnya tidak bisa tertutup. Terbuka lebar dan
dari dalam mulutnya mengeluarkan belatung dan cacing. Tubuhku bergidik ngeri.
Hujan pagi ini benar-benar membuat dingin udara di sekitar. Memeluk
si putih Daring yang pules, rasanya lebih nyaman. Namun, tidak bisa, hari ini
belum libur. Masih satu hari untuk menunaikan kewajiban.
|
jagofashion.com |
Wangi menarik napas untuk melanjutkan cerita. “Aku dulu dipakai
oleh kaki orang kaya. Masuk ke sekolah elit. Bertemu dengan teman-teman yanng
bagus semua. Sayangnya aku hanya dipakai tidak lebih dari tiga bulan. Lalu aku
dibiarkan saja beerada di rak hingga berdebu.” Wajah Wangi mulai muram.
Terbayang bagaimana sedihnya ketika sudah tidak bermanfaat. Hanya menjadi
penghuni rak sepatu.
|
www.lazada.com |
“Hai, Bau! Tubuhmu yang bau bisa jadi berasal dari toko sepatu
murahan ketika kamu dibeli pertama kali. Kalau kamu berasal dari mall
sepertiku, pastilah kamu akan wangi terus.”
Mendengar Sombong mulai memamerkan asalnya, yang lain berpura-pura
tidak mendengar. Hanya si Wangi yang menanggapi dengan senyum.
|
www.lazada.com |
Tubuhnya menghembuskan napas lega. Berhasil mendarat dengan
sempurna dan berkumpul dengan yang lain. Berada di atas sebuat tempat yang
dibuat bersusun, memanjang. Berpasangan saling berpegang tangan, agar tidak
tertukar dengan lainnya. Jika beruntung, akan menempati bagian atas. Kalau sudah
penuh, terpaksa ada di bagian bawah. Bahkan bisa saja terpisah dengan
pasangannya karena tidak muat. Dan itu sungguh menyedihkan. Karena akan
terdengar suara sombong yang meledek sepanjang hari.