Kisah Es Batu dan Air bagian 2
pixabay.com |
Aku melihat ada sebuah baskom kosong di sebelah air berada. Aku meloncat
dengan sekuat tenaga agar sampai dalam baskom. Hup!
“Hore ... aku bisa keluar dari gelas yanng sempit!” teriakku dengan
senang. Aku segera bergerak denngan lincah. Berlari tak tentu arah ke setiap
tepian baskom. Tapi itu tak lama. Aku kembali merasa sempit. Tubuhku masih saja
terantuk dengan baskom. Bibirku kembali mengerucut, pertanda kesal.
“Hai, Air! Bagaimana caranya agar aku bisa bahagia sepertimu?”
tanyaku heran.
Air tersenyum, “Apakah kamu benar-benar ingin sepertiku?”
Aku mengangguk mantap. “Katakanlah apa rahasianya?”
“Akan akku katakan asalkan kamu mengikuti semua syaratnya.’
“Apa saja syaratnya?”
“Kamu harus mengikuti semua perintahku. Tidak boleh mundur dan
menyerah.”
Kepalaku mengangguk dengan cepat. Keinginan agar bisa segera
merasakan kebahagiaan seperti air, membuatku tak berpikir panjang.
“Berdirilah dekat dengan jendela. Lakukan! Dan kamu tidak boleh
turun dari jendela apa pun yanng terjadi. Paham?” tegas air kepadaku.
Tubuhku segera melesat berdiri dekat dengan jendela. Sinar matahari
mulai mengenai tubuhku. Aku mulai berkeringat. Panas matahari hampir saja
mengurungkan niatku. Tapi aku ingat kalau aku sudah berjanji kepada air untuk
bertahan.
Badanku tak lagi berbentuk kotak seperti pertama kali dikeluarkan
dari kulkas. Perlahan tubuhku mencair, menetes ke dalam baskom yang diletakkan
di bawah jendela. Hingga akhirnya ....
“Hore! Aku bisa bebas bergerak ke mana pun seperti kamu, Air. Aku tak
lagi merasa sempit, di mana pun aku ditempatkan!” teriakku gembira. Kugerakkan dengan
leluasa menyusuri luasnya baskom. Kemudian aku berpindah ke dalam gelas. Aku menempati
seluruh ruangan dalam gelas, tanpa merasa sempit lagi. Aku sudah menjadi
seperti air. Ia tersenyum kepadaku.
Tamat
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
1 komentar
Jiannnn ... awakmu iki iso ae nemu ide ngene Lis
ReplyDelete