Ada sebuah pepatah yang dituliskan oleh Pramoedya Ananta Tour, “Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Saya selalu suka dengan azan yang
dikumandangkan oleh salah satu stasiun TV. Dalam tayangan azan tersebut,
digambarkan bagaimana seorang guru ketika keluar dari rumah membagikan senyum
tulusnya kepada orang-orang yang ia jumpai. Sambil menuntun sepeda untuk pergi
mengabdi pada dunia pendidikan, tak lupa pula ia membagikan beberapa buku
bacaan kepada anak-anak yang rupanya menunggunya.
“Dik,
ayo minta maaf sana sama temanmu! Kan kamu yang salah, Dik!”
“Kalau
Adik salah duluan, harus minta maaf lebih dulu. Nanti Adik nggak punya teman
loh.”
Pernah nggak sih, kita sebagai orang tua
mengatakan itu kepada anak? Tujuan setiap orang tua mengatakan itu kepada
anaknya adalah agar anak tahu kalau perbuatannya tidak tepat dan anak
memperbaikinya dengan meminta maaf. Alih-alih agar anak belajar meminta maaf
saat melakukan kesalahan dengan temannya, tapi nyatanya anak hanya sekadar
mengucapkan kata maaf dan akan mengulangi lagi pebuatannya yang keliru.
“Mama,
ini Patrick temennya Spongebob kan?” kata Mbak Hawa.
“Betul
sekali. Tahu nggak, Mbak? Dia berkembangbiaknya apa?”
“Fragmentasi
ya, Ma. Aku dengernya pas Mama jelasin ke anak les.”
Saya senang sekali, pilihan pergi ke
pantai kali ini tidak sia-sia. Pantai yang belum terkenal banget oleh wisatawan
dari luar, cukup membuat kami meneruskan untuk tanya jawab tentang
pengetahuannya.