Lama nggak nyernak, kali ini saya akan tuliskan cerita anak jenis misteri. Cerita ini masih perlu revisi ulang, tapi saya masih bingung untuk merevisinya. Bagian apa yang perlu diubah agar ceritanya menjadi lebih menarik.Jam
Tua Ayah
Oleh
El-lisa
Ding ... dong ... ding ... dong ....!
Rendi menutup telinganya ketika mendengar
bunyi jam berdentang saat jarumnya tepat
menunjukkan angka 12.00 tengah malam. Rendi sebal sekali dengan jam tua yang
dibawa oleh ayah. Sejak kedatangan jam itu, beberapa keanehan terjadi di
rumahnya.
Suara jam tua itu sangat keras dan
menyebabkan bulu kuduk Rendi berdiri. Tidak hanya itu saja. Suara jam yang
keras tersebut membuat lampu di ruang tengah juga mati. Rendi mencoba
menyalakannya, tapi tidak bisa. Padahal ketika pagi hari, lampu di ruang tengah
bisa dinyalakan. Rumah Rendi menjadi menyeramkan baginya.
Rendi melangkah keluar dari kamar. Dia
berjalan mengendap-endap, kepalanya menyembul dari balik pintu. Ruangan tengah
telah gelap. Rendi memicingkan matanya untuk menajamkan penglihatannya. Jam tua
di kamar tengah sudah tidak berbunyi, tapi ruangan tengah tidak lagi terang
seperti sebelum kedatangan jam tua.
Rendi sebal sekali dengan jam tua itu.
Malam ini dia ingin membuat jam tua itu berhenti berbunyi. Sebelum pukul 12.00,
Rendi telah membungkus jam tua ayah dengan karton tebal dan kain. Namun,
usahanya tidak membawa hasil. Jam tua tetap berbunyi dengan keras dan membuat
ruang tengah menjadi gelap.
“Jam itu tetap berbunyi. Rupanya kain dan
karton tebal tidak mampu membuat jam itu tidak berbunyi,” keluh Rendi.
Rendi memandang jam tua. Tinggi jam
melebihi tinggi badannya. Rendi merinding, ketika ditutup dengan kain, jam ini
justru terlihat makin menakutkan. Rendi bergidik, lalu lari masuk ke dalam
kamarnya lagi.
“Besok aku harus bilang kepada Ibu agar
jam tua itu disimpan saja di gudang,” putus Rendi.
Rendi menutup tubuhnya dengan selimut
hingga ujung kepala. Matanya tak bisa terpejam. Dia ketakutan, membayangkan
akan muncul makhluk meyeramkan dari jam tua yang ada di ruang tengah.
“Wajahmu kenapa kusut begitu, Rendi?”
tanya Ibu ketika Rendi sarapan di meja makan sebelum berangkat ke sekolah.
“Ibu,” panggil Rendi pelan.
“Iya, ada apa, Nak?”
Rendi tidak langsung menjawab. Dia
terdiam, bingung merangkai kalimat menjelaskan kepada Ibu tentang keanehan jam
tua.
“Kok malah diam?” Ibu menyentuh pundak
Rendi.
“Anu, Bu. Aku boleh minta sesuatu ke Ibu
nggak?” tanya Rendi.
“Mau minta apa?”
“Hmm ... boleh nggak jam tua yang ada di
ruang tengah dipindahkan saja ke gudang?” kata Rendi pelan. Dia takut Ibu
mengetahui kalau dia ketakutan dengan adanya jam tua.
“Memangnya kenapa dengan jam itu?” tanya
Ibu heran.
“Anu, Bu, suaranya keras sekali,” jawab
Rendi berbohong.
“Oh, kalau hanya suaranya yang keras,
nanti bisa dikecilkan,” jawab Ibu.
Rendi tidak bisa berkata apa-apa mendengar
jawaban ibunya. Dia malu mengatakan hal sebenarnya.
Ding dong ... ding dong ... ding dong ....
Jam tua tersebut tetap berbunyi, meskipun
suaranya tidak lagi keras seperti baru pertama datang. Tepat ketika bunyi jam
yang terakhir, pet! Rendi tidak bisa melihat apa-apa di ruang tengah. Hanya
terlihat hitam pekat dan sepi mencekam. Bulu kuduk Rendi pun berdiri.
Dengan gerakan cepat, Rendi menyembunyikan
tubuhnya di bawah selimut hingga pagi tiba.
“Ibu, jam tua itu dibuang saja,” ucap
Rendi pelan sepulang sekolah.
Ibu menghentikan kegiatan membacanya.
“Kamu masih terganggu dengan suaranya?”
Rendi menggelegkan kepalanya.
“Lalu?” tanya Ibu heran.
“Nggak jadi deh, Bu!” jawab Rendi setelah
lama terdiam tidak menjawab pertanyaan ibunya.
“Pokoknya sebelum jam itu berdentang pukul
24.00 nanti, aku sudah harus menyimpannya ke gudang,” kata Rendi berencana.
Tepat ketika kedua orangtua Rendi telah
masuk ke dalam kamarnya, Rendi mengendap-endap keluar dari kamar. Dengan susah
payah dia mencoba memindahkan jam tua dengan cara menggesernya pelan-pelan.
“Jam ini berat sekali,” keluh Rendi
mengusap peluh di keningnya.
Sedikit demi sedikit Rendi berhasil
menggeser jam tua menuju gudang. Rendi pun membuka pintu gudang dan mendorong
jam tua agar masuk ke dalam gudang. Tak lupa, Rendi membungkus jam tersebut
dengan bedcover miliknya agar suaranya tidak terdengar sampai ke ruang tengah.
“Asyik, malam ini lampu di ruang tengah
pasti tidak akan padam. Karena jam tua ini sudah kupindahkan,” ucap Rendi
senang. Dua tangannya menepuk-nepuk dada, tanda bangga dengan ide yang telah
dilakukan.
Rendi duduk di ruang tengah dan mulai
menyalakan VCD player dengan volume yang disetel rendah. Rendi mulai memutar
film kesayangannya dan asyik menikmati film yang sedang diputar.
Tiba-tiba....
“Huwa!” teriak Rendi berlari ke arah
kamarnya tanpa mematikan vcd player. Rendi sudah ketakutan dan bersembunyi di
dalam selimut. Perkiraannya salah. Meskipun jam tua milik Ayah sudah
dipindahkan, lampu ruang tengah tetap saja mati.
“Rendi, kamu nonton film lagi tadi malam?”
tegur Ibu pada pagi harinya.
Rendi mengangguk lesu.
“Lihatlah, sekarang kamu pasti ngantuk
karena nonton film sampai lupa matiin vcd playernya.”
“Rendi lupa, Bu, maaf,” kata Rendi.
“Hari ini bukan hari libur, Rendi. Kamu
tidak boleh nonton film hingga larut malam. Bisa ngantuk di kelas nanti,” kata
Ibu.
“Aku nggak bisa tidur, Bu, sejak ada jam
tua Ayah,” ucap Rendi terus terang.
“Lho, mana jam tua Ayah?” tanya Ibu
terkejut melihat jam tua yang sudah tidak ada di ruang tengah.
“Aku pindahkan ke gudang, Bu.”
“Kenapa?”
“Ibu, buang saja jam tua itu. Aku takut,”
kata Rendi tanpa menjawab pertanyaan Ibu.
“Itu jam antik, Ren,” kata Ayah yang
muncul dari kamar.
“Kenapa harus dibuang?” lanjut Ayah.
“Jam itu membuat lampu di ruang tengah
menjadi mati, Yah,” jawab Rendi tertunduk.
Ayah dan Ibu tertawa mendengar jawaban
Rendi.
“Rendi jadi takut,” tambah Rendi. Ayah dan
Ibu masih tertawa. Merasa ditertawakan, Rendi cemberut.
“Tapi, Yah, kenapa setelah jam itu
kupindahkan, lampu di ruang tengah kok masih mati?” tanya Rendi penasaran.
“Jam itu tidak menyeramkan, Rendi. Ayah
dan Ibu hanya ingin kamu menghilangkan kebiasaan menonton film hingga larut
malam. Makanya Ayah menyetel lampu di ruang tengah mati saat tengah malam
persis. Bukan karena jam tua itu,” jelas Ayah.
Wajah Rendi tersipu. Rupanya kebiasaan
buruknya sudah diketahui orangtuanya.
“Nah, nanti sepulang sekolah kembalikan
jam tua ke ruang tengah ya!” pinta Ayah.
Rendi mengangguk. Dalam hatinya dia
tertawa telah menganggap jam tua itu memiliki kekuatan gaib.