Memutuskan untuk menjadi ibu yang bekerja di luar, tentu saja membuat waktu saya bersama buah hati menjadi berkurang. Meskipun saya hanya seorang guru SD yang kata orang enak, karena siang hari sudah pulang. Itu salah besar, Marimar! Menjadi guru SD memang pulang lebih awal dibandingkan jika kita bekerja di kantoran. Tapi, jangan salah. Beban pekerjaannya itu terkadang dibawa ke rumah. Lha, kalau mengerjakan di sekolah semua, bisa-bisa melebihi jam lembur para karyawan kantor.
Emang apa pekerjaan guru SD?
Menyiapkan perangkat pembelajaran yang bejibun banget, mengoreksi pekerjaan siswa yang jumlahnya lebih dari 40 siswa, membuat perencanaan untuk mengajar keesokan harinya, dan pekerjaan lainnya seperti menyiapkan media. Ibaratnya kita itu sutradara di dalam kelas yang ingin film dalam kelasnya berjalan dengan sukses tanpa mengulang lagi. Kata suami saya kalau membela istrinya, guru SD itu pekerjaannya 24 jam, salah kalau banyak yang bilang pekerjaannya sedikit.
Nah, dengan berkurangnya waktu 24 jam untuk anak-anak di kelas, hal ini tentu saja mengurangi waktu saya untuk bersama anak-anak di rumah. Tapi tenang, sedikitnya waktu yang saya miliki bersama anak-anak bukan berarti saya nggak bisa membangun bonding dengan anak.
Berikut beberapa cara yang saya lakukan untuk membangun kedekatan bersama anak:
|
e-jurnal.com |
|
“Mama, masak jamur yang kayak waktu di embah gunung,” pinta si kakak saat saya akan ke warung sayur.
“Jamur kuping?” tanya saya.
Si kakak mengangguk. “Semoga ada ya di warung. Soalnya jamur kuping jarang ada di warung. Biasanya jamur tiram saja yang ada.”
Si kakak pun mengangguk paham.
Embah gunung adalah sebutan bagi orangtua dari ayahnya. Ayahnya anak-anak memang lahir dan besar di Desa Saptosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Setiap kali kami mudik, anak-anak suka mengeluh, susah buat beli makanan kesukaan mereka, mau jajan jauh, terus masaknya hanya bisa menu itu-itu saja. Berganti menu masakan kalau ada pasar, sedangkan pasar hanya ada pekanan, nggak setiap hari.
Otomatis anak-anak suka protes ketika emaknya hanya memasak bayam, jamur, tahu, tempe, dan kacang panjang yang hanya divariasikan dengan bahan itu-itu saja. Dan sayuran itu juga dipetiknya dari kebun embahnya sendiri atau mengambil dari hutan. Kalau ingin makan pecel lele atau pecel ayam, nasi goreng atau mi goreng harus keluar agak jauh dari rumah embahnya. Itu juga harus melewati jalanan yang gelap dengan kanan kiri pohon jati lebat.
Nah, kembali lagi ke jamur yang sering dipetik oleh embah buat dimasak. Anak-anak yang awalnya nggak suka makan jamur ini, mau nggak mau jadi makan dengan terpaksa. Hahaha ....
Namun, jadi ada hikmahnya, anak-anak mulai sering meminta jamur ketika sudah kembali lagi ke Bogor.