"Ah, Ummi, besok saja ya bacanya. Kaka males nih. Kan biasanya juga Ummi ga minta Kaka baca buku tiap hari." Rajuk Hawa anakku yang kedua. Si negosiator ulung ini selalu bisa membuat alasan dan mematahkan alasanku. Ini hari ketiga sejak aku, kaka Bila, dan kaka Hawa menyetujui kesepakatan untuk memulai membaca buku tiap hari dan menuliskannya. Hari Minggu kemarin kami berdiskusi. Hasilnya kita semua membaca buku. Untuk awal-awal kesepakatannya semampunya. Artinya mampu satu lembar halaman, ya jalani. Mampu dua lembar, silahkan dilanjutkan bacanya. Waktu itu sih, kaka Hawa setuju untuk membaca buku-bukunya. Tapi ya itu, kaka Hawa ini belum seratus persen bisa konsisten.
Aku tersenyum memandang kaka Hawa. "Ayo, kaka Hawa, semangat bacanya. Ditemani juga sama kaka Bila dan Ummi." Jawabku menjelaskan.Sedikit manyun bibirnya setelah mendengar jawabanku. Sebentar lagi kaka Hawa pasti mengeluarkan jurus lainnya untuk menggagalkan kesepakatan hari Minggu kemarin.
"Kaka Hawa kan juga harus belajar, Ummi. Terus kapan kaka belajarnya?"Nah, bener kan tebakanku? Keluar jurus lainnya untuk membuatnya enggan membaca setiap hari."Nanti kalau kaka Hawa baca sendiri, Ummi jadi males bacain cerita buat kaka," lanjut kaka Hawa memberikan argumennya.
"Insya Allah Ummi akan tetap bacain cerita buat kaka Hawa. Yuk, disiapkan buku bacaannya. Kaka Hawa mau baca buku apa sore ini?"
Kaka Hawa bergerak mengambil buku bacaannya. Kaka Bila sudah asyik dengan komik Doraemonnya. Sibuk memilih buku, akhirnya kulihat kaka Hawa menarik buku Akulah Air. Buku dengan kertas tebal dan penuh warna menarik. Isinya tentang air dilengkapi dengan gambar lucu.
"Kalau Ka Hawa mampu membaca satu buku ini, Ummi kasih hadiah apa ke kaka?" tanyanya menatapku dengan wajah penuh rayuan. Senyumku kembali menghias bibirku. Masih mengeluarkan jurus mautnya nih anakku yang satu ini."Kaka ingin Ummi belikan kaka boneka yang kemarin kaka ingin beli tapi tak boleh sama Ummi." Ia melanjutkan perkataannya.
Keningku berkerut. Oh, ya, sewaktu belanja ke mini market kemarin ia meminta boneka mungil. Bagus sih, tapi karena dari awal sebelum pergi ke mini market bukan untuk membeli mainan, maka tidak aku belikan. Tidak ada dalam daftar sebelum belanja di mini market.
"Hmm, boleh, Ka. Ummi setuju. Satu buku bisa kaka selesaikan membaca, dan kaka menuliskan sesuai yang kaka ingat, Insya Allah Ummi belikan satu boneka mungil." putusku.Biarlah untuk memulai di awal aku berikan hadiah sebagai bentuk manghargai jerih payah dan pemicu semangatnya. Nanti kalau sudah konsisten dan menjadi rutinitas, kebiasaan meminta hadiah akan berkurang.
Tampak wajah kaka Hawa berbinar ceria. Langsung dengan semangat 45 kaka Hawa duduk dan siap untuk membaca. Dibukanya sampul pertama dan dibacanya judul dalam buku Air. Perlahan kaka Hawa membaca bukunya dengan lancar. Saat sampai di halaman terakhir tentang air, kaka Hawa menutupnya. Dengan segera juga diambilnya buku kecilnya bersiap menuliskan apa yang sudah dibacanya.
"Kaka cuma inget sedikit, Ummi. Hanya ingat kalau air itu jika sedang marah bisa menyebabkan banjir. Itu saja." Kata kaka Hawa. "Iya, tuliskan yang kaka tahu." jawabku.Kaka Hawa mengangguk mengerti. Ditulisnya apa yang baru saja ia ingat usai membaca buku airnya.
Aku tersenyum. Ini baru awal untuk memulai gerakan literasi. (Postingan tentang Literasi sudah saya post hari Sabtu). Berharap kaka Hawa sedikit demi sedikit akan terbiasa membaca setiap hari dan menuliskan apa yang sudah dibacanya. Mudah-mudahan sebagai umminya aku juga bisa istiqomah membaca dan menulis tak kalah dengan dua malaikatku. Semoga.
#OneDayOnePosttantangan untuk menuliskan kegiatan sehari-hari
Suasana kelas mendadak sepi ketika suaraku menggema di seluruh ruangan kelas yang berukuran 7 x 8 meter. Satu persatu kuedarkan pandanganku menyapu wajah-wajah penghuni kelas VI A. Wajah yang terkadang membuatku bingung. Tak memiliki sedih atau apapun sesaat setelah aku umumkan hasil yang mereka peroleh dari kesempatan kedua yang baru saja aku berikan. Bahkan ada yang tertawa ketika memeroleh hasil yang sebenarnya, membuatku sungguh kecewa. Ada nada sedikit bergetar menahan marah dari suaraku saat aku mengumumkan hasilnya.
"Hasilnya, jujur mengecewakan Ibu. Padahal Ibu sudah memberitahu kepada kalian, akan ada kesempatan untuk memperbaiki nilai yang masih kurang. Tapi ternyata, justru ada yang nilainya lebih kecil dari perolehan nilai pertama." Kubuka suaraku setelah aku mampu menahan diri. Kuhembuskan nafasku perlahan, terasa berat. Berkumpul dengan udara yang semakin tak bersahabat di dalam ruangan ini. Panas dan serasa makin pengab dengan hasil mereka.
Seminggu lalu, tepatnya tanggal 21 Maret sampai 24 Maret 2016 kelas VI A mengadakan Try Out atau Tes Uji Coba sebelum Ujian Sekolah bulan Mei nanti. Bukan hanya kelasku saja, tetapi semua SD di Kabupaten Bogor. Dan ini adalah TUC pertama kali. Apakah karena baru pertama kali TUC lalu hasilnya belum memuaskan? Padahal dua minggu sebelumnya mereka sudah berlatih setiap hari dengan soal-soal latihan yang aku foto copy.
"Ibu bertanya, ya?" Aku kembali membuka percakapan. "Apa yang akan kalian lakukan jika malaikat Izrail datang kepada kalian hendak mencabut nyawa kalian?" Mereka masih terdiam. Aku kembali meneruskan ucapanku."Tapi sebelum mencabut nyawa kalian, malaikat Izrail berkata kepada kalian.""Aku tidak akan mencabut nyawa kalian hari ini. Aku berikan waktu satu minggu lagi untuk berbuat baik sebelum aku mencabut nyawamu." Kubuat suaraku sedikit berbeda dengan suaraku yang biasanya. Aku ingin memberikan sensasi berbeda dari ceritaku.
Anak-anak terdiam. Lalu aku lanjutkan dengan suara asliku. "Nah, apa yang akan kalian lakukan jika malaikat Izrail memberikan kesempatan kedua kalinya agar kalian berbuat baik sebelum nyawa kalian dicabut?" Kali ini anak-anak menunduk. Nampaknya merek berpikir. Aku biarkan suasana agak hening. Hingga salah satu dari mereka menjawab.
"Saya akan berbuat baik, Bu. Saya akan memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh malaikat Izrail meskipun itu hanya satu minggu."Yang lain nampak mengiyakan setuju. Aku tak berhenti sampai di sini. Kuminta lagi dari jumlah satu kelas untuk mengemukakan pendapatnya. "Sama, Bu. Saya juga akan berbuat seperti Ahmad, Bu," akhirnya Dede menjawab.
"Nah, apakah semua sepakat untuk berbuat baik sebelum mati?" tanyaku kepada satu kelas. Serempak mereka menjawab iya. "Semua akan menggunakan kesempatan kedua dengan baik kan?" kembali aku bertanya kepada muridku satu kelas. Jawaban serempak mengiyakaan pertanyaanku.
Aku mengambil nafas panjang sebelum menjelaskan inti dari percakapan di kelas kali ini. "Kesempatan kedua yang diberikan oleh malaikat Izrail ternyata akan kalian manfaatkan dengan baik. Sama atau tidak seperti sekarang ini?" Kembali aku bertanya."Ibu berikan kesempatan kedua untuk memperbaiki nilai kalian agar lebih bagus. Tidakkah kalian gunakan kesempatan kedua yang Ibu berikan?" Pertanyaan berikutnya membuat mereka kembali terdiam. "Rencana untuk melakukan remedial sudah Ibu beritahukan. Seharusnya kalian berlatih lagi dengan soal. Mana yang belum berhasil kalian cari jawabannya di rumah. Bukan dengan membiarkan kesempatan kedua yang Ibu berikan percuma berlalu." Penjelasanku membuat kepala mereka tertunduk. Entahlah, apakah mereka menyesal, atau hanya enggan menatap wajah gurunya yang sudah menjelaskan dengan perumpamaan malaikat Izrail. Yang jelas ceritaku tadi sedikit banyak membuat yang biasanya cengengesan tidak menampakkan cengengesannya.
Aku menuju kursiku. Duduk kembali dan memcoba mengontrol kembali emosiku karena hasil yang belum memuaskan. Nilai uji coba yang nyaris seperti nilai iklan rokok, yaitu Dji Sam Soe, dengan lambang angka 234. Walaupun ada juga yang mendapatkan 8 setelah melakukan perbaikan dari kesempatan kedua yang aku berikan.
Kulafal kata-kata sakti dalam hatiku berulang-ulang. Kata sakti yang membuatku selalu menurunkan tingkat emosiku jika aku tergoda. Aku mencintaimu dan menerimamu apa adanya anak-anakku. Itulah kata sakti yang kulafalkan agar aku tak terpancing.
Hanya ingin melihat mereka yang ada di dalam kelas menjadi anak-anak yang berhasil. Tidak hanya anak yang kembali terbentur dengan kemauan orangtua yang sudah bangga jika anaknya sudah bisa membaca. Tanpa ingin mendorong anaknya bersekolah lagi sesuai program pemerintah, pendidikan wajib 9 tahun. Ya, enam tahun mengabdi di wilayah Sukamakmur dengan kondisi masyarakat yang sebagian besar belum memahami pentingnya pendidikan, membuat semangat mengajarku terkadang ikut terhempas bersama kondisi masyarakat. Maka wajarlah jika anak-anak pun menganggap mendapatkan nilai bagus sebagai bentuk akibat dari rajin belajar bukanlah kewajibannya. Orangtua nya yang tidak memberikan dukungan dan motovasi. Mudah-mudahan sedikit cerita tentang kesempatan kedua dari malaikat Izrail membuat mereka termotivasi. Kesempatan kedua yang aku berikan akan membuat mereka lebih gigih berjuang. Semoga.
#OneDayOnePosttantangan cerita sehari-hari edisi 1
"Mas, tolong jangan dibaca doang WA dariku. WA ku perlu juga balasan darimu. Bukan koran tauk!" pesan dari WA mu setiap aku tak membalas WA yang kau kirimkan kepadaku. Bahkan tak jarang pesan berikutnya adalah pesan yang isinya merajuk karena aku juga hanya membacanya, tanpa membalasnya. Tak pernah ia lelah mengirimkan pesan melalui WA meskipun ia tahu aku hanya membacanya.
Sedih sebenarnya. Aku masih tenggelam dalam duniaku. Ia hanya menjadi korbanku. Entahlah, aku juga masih belum ingin menyudahi kebisuan ini. Hanya sesekali aku tanyakan kabarmu. Jawabanmu yang terkadang membuatku sedih.
"Aku sakit aja ya, biar Mas membalas WA dariku. Kalau aku sehat, Mas hanya membacanya, tanpa ingin membasnya." Itu balasan pesan WA darimu yang membuatku ingin menangis. Rasanya ingin segera berlari memeluknya. Mengusir segala gundahnya. Agar ia tahu, aku tak seperti tuduhan dalam WA nya.
"Mas bohong! Mas tak pernah merindukanku. Buktinya Mas betah nggak berkirim kabar padaku. Mas betah berlama-lama tanpaku."Mas merindukanmu, De. Kalau sudah begini jawabannya, hatiku semakin teriris. Siapa yang tidak merindukannya? Gadis mungil dengan wajah imutnya. Tak pernah kehabisan cerita. Tawanya selalu lepas. Tak pernah betah jika marah denganku. Semarah apapun ia, hanya sebentar. Ia yang selalu meramaikan hidupku. Tanpa ceritanya, ya, sepi sekali akhir-akhir ini.
Berbagai musibah menimpaku. Membuatku semakin terpuruk dan tak ingin melibatkannya. Aku hanya butuh waktu ketika keadaan itu terjadi. Waktu yang aku sendiri tidak tahu sampai kapan. Aku masih tenggelam dalam duniaku, dunia kebisuan yang kuciptakan. Dunia yang aku yakin membuatnya bersedih empat bulan terakhir ini.
Ah, tarikan nafasku terasa berat. Aku harus berbuat sesuatu agar tak menambah kesedihannya. Tak boleh hal ini berlarut lebih lama lagi. Harus diselesaikan. Agar ia tak bersedih lagi.
Aku tersenyum. Ada kelegaan yang muncul. Akan kubalas pesan-pesan yang ia kirimkan. Tak akan kubaca saja seperti koran. Sungguh, aku ingin duniaku ramai kembali. Ramai dengan ceritanya. Maafkan aku, De. Aku tak akan membuatmu bersedih lagi, janjiku dalam hati.
#OneDayOnePostMinggu ke-5 bulan Maret
Wajah dan hati ini masih kompak sepertinya. Sedih masih setia bermain di keduanya. Entah bermuara sampai kapan dan kemana. Kalau diijinkan ingin rasanya membungkus sedih ini dalam kardus. Kemudian akan kupaketkan melalui paket tercepat agar sampai di tempatmu. Nggak pakai nyasar segala. Supaya kamu, yang membuat sedih ini tahu dengan sejelas-jelasnya.
Kutekuk wajahku. Terbayang sudah hari-hari hampir 4 bulan ini. Sepi, nyaris adu kata-kata setiap ada kesempatan. Dan sekali lagi, kamu hanya diam. Tak sepatah kata pun menyanggahnya atau membenarkan. Betah dengan diam dan mengunci rapat-rapat kembali ke duniamu.
Wajah manis kembali berkelebat tersenyum. Wajah yang tak pernah bisa membuatku betah marah dengannya. Tapi kali ini sungguh terlalu. Ya, terlalu seperti lagu dangdut Roma Irama.
"Aku harus bagaimana to, De? Aku kirim wa, salah, aku nggak bales wa kamu, salah juga. Sepertinya setiap wa ku membuatmu makin jengkel padaku," jelasmu lewat wa terakhir sebelum semuanya berakhir dengan perang dingin. Aku yang membaca wa terakhir darimu jadi bingung.
"Mas jarang wa aku. Setiap WAku mas jadikan koran. Cuma diread. Perlu dibales, mas," gemas aku menjawabnya lewat wa juga.
"Kita sudah lama tak bertemu. Masa sih nggak bisa nyempetin bales wa ku. Bisa online setiap saat, tapi bales wa ku nggak bisa. Siapa yang nggak kesel, mas?" masih dengan nada kesel kulanjutkan.
Kembali sepi tanpa balasan wa. Kembali lagi tenggelam dalam dunia yang makin tak kumengerti. Kamu kenapa mas? Tak sedikitpun penjelasan darimu.
Berawal dari kesibukan di bulan Desember. Bergantian keluargamu jatuh sakit dan harus opname di rumah sakit. Kamu masih bercerita kepadaku waktu itu. Bersambung Januari. Sepertinya kondisi makin parah. Kamu mulai menghilang. Tak ada penjelasan. WA ku sama sekali tak berbalas. Hanya terkirim. Apakah masih sibuk dengan keluargamu? Kudengar kabar, kamu keluar dari pekerjaanmu. Kembali kamu simpan tanpa berbagi denganku. Aku semakin sedih.
Berharap Februari akan mengubahnya. Diammu berganti ceria. Ternyata tak juga berganti. Hanya permintaan maaf kamu sampaikan kepadaku. Kamu sedang kalut. Hanya butuh waktu sendiri. Aku ikut sedih. Kukirimkan selalu motivasi dan semangat. Menyakinkanmu ada aku di sini. Siap menjadi tempat ceritamu. Tetap membisu seperti bulan sebelumnya.
Maret sudah berganti. Sesekali WA mu menyapaku. Hanya menanyakan kabarku. Berharap aku sehat. Ketika kukabarkan aku sakit, aku tahu kau cemas. Rajin WAmu mampir. Sekedar mengingatkanku makan, minum obat, dan istirahat. Senang, tapi itu tak cukup lama. Ketika aku kembali sehat, dunia diammu menarikmu kembali. Dan aku tak bisa berbuat banyak. Aku tenggelam dalam kebisuanmu.
#OneDayOnePost
Tantangan Maret minggu ke-5
Literasi? Apa sih artinya? Istilahnya kerennya, ini oleh-oleh pagi tadi (Sabtu, 26 Maret 2016) saat saya mengikuti seminar yang diadakan di SMA Citra Nusa, Cibinong. Judul seminar sih Menulis itu Menyenangkan. Ada banyak ide berloncatan di kepala saya selesai saya mengikuti seminar pagi tadi. Akan saya kupas satu persatu di sini. Saya bagikan untuk emak-emak kece pastinya, dan untuk guru serta anggota ODOP yang semuanya hebat.
Menurut hasil kesepakatan secara sederhana dalam seminar tadi, literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Arti susahnya sih, dalam bahasa jawa begini katanya "literacy is the ability to identity, understand, interpret, create, communicate and compute, using printed and written materials associated with varying contexs." Itu arti menurut UNESCO. Berarti literasi berkaitan dengan membaca dan menulis. Tak akan mampu kita menulis bagus kalau tidak diawali dengan membaca.
Membaca adalah jantungnya pendidikan, tanpa membaca pendidikan akan mati. Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Bagi kita kaum muslim, perintah membaca merupakan perintah Allah yang diturunkan dalam Al-Quran. Tepatnya QS. Al-Alaq ayat 1-5. Perintah membaca begitu penting sehingga diturunkan pertama kali sebelum surat yang lainnya diturunkan.
Kembali lagi ke Literasi. Budaya Literasi adalah kunci dari kemajuan sebuah bangsa. Apa korelasinya?
Indonesi ternyata setelah disurvey oleh beberapa ahli, (lupa tadi ahlinya siapa saja, yang inget Taufik Ismail. Lainnya lupa, hehehe..). Menurut para ahli, Indonesia memiliki angka paling rendah dalam hal literasi. Dibuktikan dengan survey dari beberapa negara, bahwa siswa SMA di Indonesia kewajiban membaca buku hanya 0 judul. Berbeda jauh dengan siswa SMA di Amerika, kewajiban bacanya mencapai 32 buku. Lalu apa korelasinya, Lisa? Hehe, sabar. Hubungannya adalah jika literasi bangsa bagus, maka SDM bangsanya sudah dipastikan unggul. Indonesia yang menempati posisi terendah dalam literasi, ternyata benar. SDM yang dihasilkan juga rendah. Indonesia masih menempati pengirim buruh migran terbesar di dunia.
Hingga akhirnya menteri pendidikan kita Bapak Anis Baswedan meluncurkan gerakan literasi sekolah pada tanggal 15 Agustus 2015 tahun lalu. Tujuan gerakan ini supaya kegiatan literasi bisa terstruktur dan berkelanjutan.
Nah, sampai sini mulai bermunculan ide di kepala saya. Bagaimana memulai gerakan literasi ini di sekolah. Akan diluncurkan tantangan membaca di sekolah. Setiap anak akan membaca 24 buku selama 10 bulan dan membuat resensinya. Hanya saja saya akan membuatnya menjadi lebih sederhana dalam penerapannya di kelas saya tentunya. Akan saya mulai dengan membaca bacaan ringan setiap hari sebelum saya memulai pelajaran Ya, setiap hari selama 20 menit. Agar anak-anak terbiasa membaca. Setelah membaca saya akan meminta mereka menuliskan apa yang sudah dibaca. Awalnya biarkan saja mereka menuliskan apa yang menarik dari buku yang dibacanya. Meskipun hanya satu atau dua kalimat yang mereka tuliskan. Kegiatan ini akan bertahap. Hingga akhirnya mereka akan mampu membuat resensi dari buku yang sudah dibacanya.
Itu jika di sekolah. Bagaimana dengan di rumah? Meskipun anak saya di rumah juga membaca, saya belum pernah memintanya untuk membaca rutin setiap hari. Selesai seminar tadi, saya ingin juga memsukseskan gerakan literasi untuk anak saya. Membaca rutin setiap hari buku yang mereka suka. Perlahan tapi dilakukan setiap hari dengan waktu yang tetap. Jika pagi hari sesudah sholat subuh atau selesai sholat magrib. Bisa dimusyawarahkan waktunya. Selesai membaca saya juga akan meminta anak saya menuliskan satu atau dua kata. (karena anak yang ke dua baru kelas 1 SD). Untuk si sulung tentunya lebih luas, sudah bisa membuat resensi. Dan saya akan memberikan reward, baik untuk anak saya di sekolah atau di rumah. Dalam sebulan kita review berapa buku yang berhasil dibaca.
Untuk menyukseskan gerakan ini, tentunya membutuhkan niat dan usaha yang konsisten. Ayo, kita juha bisa mulai dari rumah, dari sekolah untuk para guru. Agar pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan. Karena dengan gerakan literasi ini, akan semakin mendorong siswa untuk berkarya. Resensi mereka bisa dibukukan. Karya sederhana yang bisa mereka hasilkan.
Itu hasil saya seminar tadi pagi. Mudah-mudahan memberikan manfaat.Salam ODOP batch 2. Keep Writing.
Ummi menghela nafas, nampak Ummi menahan kekesalan agar tak sampai keluar nada keras dari ucapan beliau. Akhirnya ummi tersenyum menghadapi Hawa, yang sekarang terduduk di lantai.
"Ka Hawa, lain kali jika ingin bermain sepeda tolong ijin sama Ummi ya, jangan pergi begitu saja. Ummi dan Kaka Bila jadi bingung mencari," Ummi menjelaskan kepada Hawa.
Hari ini Hawa menghilang, tepatnya pergi bermain sepeda tanpa ijin terlebih dahulu. Tentu saja Ummi kebingungan mencarinya. Mencari di tempat biasa Hawa bermain sepeda tak ada. Menanyakan kepada teman-teman yang biasa bermain dengannya jawabannya tidak tahu. Sampai sore Hawa belum juga pulang. Menjelang magrib barulah ia sampai di rumah. Lega bercampur ingin marah melihat Hawa pulang dengan kondisi tak kurang suatu apa. Usut punya usut ketika ditanya oleh Ummi, ia bermain sepeda pergi ke rumah Wa Ita yang jaraknya cukup jauh dari rumah.
Dipeluknya Hawa sambil berkata, "Jangan diulangi lagi ya, Nak, buat Ummi dan Kaka Bila bingung."
"Iya, Ummi. Kaka akan ijin kalau mau main sepeda." jawab Hawa.
"Ummi tidak mengutuk Kaka jadi batu?" tanya Hawa mengejutkan Ummi.
"Kenapa Kaka bertanya begitu?" penasaran Ummi bertanya.
"Kan Kaka sudah bikin Ummi marah. Malin Kundang dikutuk oleh ibunya jadi batu karena membuat ibunya marah. Kaka tidak dikutuk kan?" polos Hawa menjelaskan. Ummi tersenyum dan menjawab, "Tidak, Sayang."
"Makasih ya, Ummi, tidak mengutukku jadi batu. Ummi memang baik, tidak seperti ibu Malin Kundang yang tega mengutuk anaknya jadi batu. Kan kasihan ya, Mi, dikutuk jadi batu. Harusnya didoakan supaya Malin Kundang berubah," panjang lebar Hawa menjelaskan kepada Ummi sambil memeluk Ummi. Kaka Bila yang mendengar jawaban Hawa tertawa. "Dasar Dede Hawa ya, ada-ada saja ngomongnya."
Ummi tertegun mendengar penjelasan Hawa. Untuk kedua kalinya kedua putrinya menyinggung tentang cerita Malin Kundang. Pasti mendapat cerita tersebut dari bu guru di kelasnya.
Saat usia Kaka Bila 5 tahun, ia justru menangis setelah mendengar cerita Malin Kundang dari gurunya di TK. Bu gurunya yang bercerita ke Ummi. Lama Kaka Bila menangis. Katanya ia kasihan dengan Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya. Sekarang Hawa juga seperti itu. Menganggap ibu Malin Kundang tega terhadap anaknya. Nanti malam harus diulang cerita tentang ini, sehingga Hawa mengerti, bahwa bukan itu tujuan cerita Malin Kundang dibuat.
Mudah-mudahan seiring waktu Kaka Hawa akan mengerti dan memahami makna tersembunyi dari cerita Malin Kundang.
#One Day One Post
Maret minggu ke-4
Cerita untuk anakku, terima kasih membuat Ummi melihat sisi lain sebuah dongeng.
"Dede Faika, tuh mamanya mau pergi ke warung. Mau ikut ga?" suara tetangga kontrakan membuatku tertegun. Jelas-jelas kulihat mamanya Faika tidak kemana-mana. Tidak ke warung seperti kata tetanggaku. Jadi ingat kejadian yang sudah lewat. Sekitar tahun 2004. Sulungku yang bermain di rumah tetangga diminta pulang ke rumah dengan cara yang tidak benar. Mengatakan kalau saya akan pergi ke luar. Padahal saya tidak kemana-mana. Akhirnya saya menegur tetangga.
"Jangan bohong ya, Mas. Wong saya tidak kemana-mana. Suruh pulang aja anak saya. Dia akan pulang ko," tegur saya waktu itu. Semenjak kejadian itu, tetangga saya paham. Setiap minta anak saya pulang, dia tidak lagi berbohong.
Kejadian di atas sebetulnya sepele. Tetapi tidak bagi saya. Perkataan yang sepele itu menurut saya sudah merupakan bentuk kecil mengajarkan kebohongan kepada anak saya. Dan saya tidak suka. Tapi berhubung mamanya Faika hanya diam, saya tidak berani protes.
Banyak hal yang selalu saya tekankan kepada suami, ataupun kepada yang ngasuh anak saya. Tidak ada kebohongan kecil meskipun itu judulnya agar anak saya tidak menangis. Seperti ketika saya berangkat kerja dan anak saya menangis saat pamit. Tetap saya bilang kalau saya akan kerja, dan pulangnya sore. Walaupun saya harus pergi kerja dengan iringan tangis dari anak saya.
Pernah sekali mergokin yang ngasuh mengatakan, "Ummi pergi sebentar ya, nanti pulang lagi. Jangan nangis ya, De." Nah, setelah itu saya katakan apa yang sebaiknya dikatakan.
"Dede sholeha, Ummi kerja dulu ya. Biarpun Dede nangis, Ummi tetap akan berangkat. Insya Allah sore Ummi pulang. Dan kita akan main bersama lagi, ya, sayang."
Hal kecil yang harus mulai kita biasakan di rumah. Kejujuran. Agar besar nantinya berlaku jujur. Ingat, kalau bukan dari rumah dan sejak dini, siapa dan kapan lagi yang akan memulainya? Ayo, Mama dan Bunda, kita mulai saat ini dari rumah.
#One Day One Post
Maret minggu ke-4
"Man teman sahabat dumay, kalau pas mau masukin celana atau baju suami ke dalam mesin cuci terus nemu uang di kantongnya, apa yang akan kalian lakukan?"
Secuil status seorang teman di dinding Fb nya. Sebuah pertanyaan yang menggelitik saya untuk terus mengikuti. Kira-kira apa jawaban mereka? Bermunculan lah jawaban yang beraneka pendapat. Ada yang mengatakan masuk kantong pribadi, ada yang menuliskan dibelikan pulsa suami jadi uangnya balik untuk suami juga, ada yang memyebutkan, untuk jajan anaknya, untuk kebutuhan keluarga juga. Intinya mereka para ibu akan mengambil uang dalam kantong celana atau baju milik suami yang akan dicuci menjadi uangnya sendiri. Suka-suka yang nemu. Rejeki yang nyuci istilahnya.
Saya tersenyum. Ikutanlah saya menjawab di dinding Fb teman saya. Begini jawaban saya, "Saya akan mengembalikan kepada yang punya, yaitu suami saya."
Langsung teman saya membalas, "Wuih, istri yang baik mbak Lisa. "
Saya balas lagi, " Saya nggak berani. Saya akan bilang jika memang saya ingin mengambilnya. Buatku ya, Bi, sambil saya senyum paling manis."
Teman saya masih melanjutkan, "Wah, adegan selanjutnya apa tuh, Mbak?"
"Hahaha, adegan selanjutnya terserah saya, Mbak," sambil tersenyum saya membalasnya.
Kalau sahabat ODOP, emak-emak kece, apa yang akan kalian lakukan, jika menemukan uang di kantong baju atau celana suami yang hendak dicuci?
#One Day One Post
Maret minggu ke-4
Duh, detak jantungku seperti pasukan kuda yang sedang berperang. Cepat tak karuan. Andai dipasang speaker, sudah dipastikan suaranya akan terdengar sampai kelas sebelah. Hanya karena aku mendengar namanya disebut, degup jantungku sudah berloncatan hendak keluar.
"Pasangan pakaian adat dari Maluku adalah Sasa dan Ayub," suara bu Ani dari lapangan. Sontak suara tepuk tangan dan siulan teman-teman semakin membuat kedua lututku lemas. Aku berpasangan dengannya? Cowok tinggi, hitam manis, model rambut ala Aron Kwok, dan satu lagi, senyum manisnya ga kuaattt. Dia pendiam, hanya tersenyum setiap diledek, membuatku penasaran.
"Asyik, Sasa dengan Ayub. Pasangan serasi nih ye!" suara sorakan masih terdengar saat aku dan Ayub masuk ke dalam barisan pasukan adat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara tujuh belas Agustus tahun ini juga akan dimeriahkan oleh karnaval SMP dan SMU se kabupaten Nganjuk. Untuk tahun ini aku mendapat bagian berdandan memakai pakaian adat Maluku. Berpasangan dengan cowok super diam. Yang diam-diam membuat jantungku sering terasa lepas.
Acara karnaval ini tinggal esok. Hari ini bu Ani ingin mengadakan gladi bersih. Menentukan tempat barisan kami ada di mana. Agar besok saat berjalan beriringan sepanjang kota, kami tidak kebingungan ataupun keluar dari barisan.
Kulihat sebelahku. Hanya terdiam dan sesekali tersenyum. Tak keluar suaranya mengajakku bercakap-cakap. Padahal aku menanti saat-saat seperti ini. Bisa dekat meski tak berucap sepatah kata pun.
"Pakaian adat punyamu sudah diambil di salon belum?" akhirnya aku membuka percakapan. Semoga tidak tercium kegugupanku.
"Sudah," jawabnya sambil tersenyum.
Senyum lagi, sambil menatapku. Jantungku berhenti berdetak sesaat. Dia menatapku? Wow, hatiku langsung menari tak jelas. Ada rasa bahagia. Inginnya karnaval setiap hari bersamanya. Hehehe...
Tak banyak yang terucap. Hanya senyum dan sebuah wajah manis yang masih terpatri sampai saat ini. Wajah yang tak bisa kulupakan, meski sudah 21 tahun yang lalu. Mengapa? Aku sendiri juga tidak tahu kenapa.
Dia adalah sebentuk wajah kala kami masih SMP. Sebaris senyum yang mungkinkah masih sama. Potongan rambut belah tengah yang waktu itu hanya dia. Dari sekian wajah teman laki-laki di SMP, hanya wajahnya yang tak bisa kulupa.
Itulah sepenggal kenangan yang aku sendiri bingung, apakah merupakan pengalaman hidup yang berkesan atau tidak. Setidaknya aku tahu. Ketika anak gadisku bercerita tentang dag dig dug jantungnya saat bertemu dengan lawan jenisnya, aku juga pernah merasakan. Dan bisa mengajaknya berdiskusi. Apa yang sebaiknya dilakukan. Mudah-mudahan aku selalu menjadi tempat cerita bagi anak-anakku.
#One Day One Post
Tantangan pengalaman hidup paling berkesan
Maret minggu ke-4
"Uugf, kerjaan nggak beres-beres. Sebel!" sungut Naila kesal sekali. Wajah manisnya nampak menahan marah. Bibirnya maju seakan bisa diikat dengan tali rambut. Matanya menatap jengkel pada tumpukan pekerjaannya yang sengaja ia tunda, karena kegiatan sekolah sedang menyit waktunya.
"Ummi sudah bilang, kaka harus bisa bagi waktu. Kerjakan langsung, jangan ditumpuk, agar kaka tidak berat," tahu-tahu Ummi sudah ada di belakang Naila sambil menggendong El kecil.
Naila hanya bersungut. Ini pekerjaan Naila yang ia tumpuk dari 4 hari lalu. Sedikit membenarkan perkataan Umminya. Andai pekerjaan ini langsung dikerjakan, pasti hari ini tak sebanyak ini.
"Mulai bisa bagi waktu ya, sayang, agar tidak selalu mengeluh lelah. Ummi tidak melarang kaka dengan kegiatan di sekolah, tapi harus imbang dengan kekuatan yang kaka punya." panjang lebar Ummi menjelaskan.
Pekerjaan bagian Naila di rumah sebenarnya ringan, hanya melipat pakaian bersih dan merapikannya di lemari. Tidak berat, namun akan terasa berat saat 4 hari pekerjaan itu sengaja ia tumpuk. Akhir-akhir ini basket Naila menyita waktunya. Sepulang latihan ia tak sempat lagi melakukan pekerjaannya. Membantu Ummi saja dia sudah tak sanggup. Ada rasa bersalah ke Ummi. Ummi pasti lebih capek. Bangun pagi-pagi menyiapkan keperluan kami bertiga, berangkat ngajar ke sekolah yang cukup jauh dari rumah, sore harinya masih harus berbenah dan menemani kami untuk bermain, tertawa, dan belajar.
"Maafkan kaka, Ummi," pelan Naila mengatakannya sambil memeluk Umminya.
"Kaka ga bantu Ummi," lanjut Naila.
"Mudah-mudahan kaka bisa bagi waktu. Kerjakan apa yang bisa dilakukan segera. Kalau ditunda akan makin bertumpuk dan terasa banyak."
"Iya, Ummi, kaka janji untuk tidak menunda pekerjaan apapun. Langsung dikerjakan." jelas Naila. Ummi tersenyum melihat Naila. Tak akan banyak jika dikerjakan. Hmm...akan Naila terapkan, janji Naila.
#One Day One Post
Maret minggu ke-4
"Ma, minta duit!" rengeknya. Ini sudah permintaan yang ke empat kalinya sejak bu Fitri keluar dari kelasnya bersama jagoan kecilnya yang ikut ke sekolah. Saya yang mengamati dari tadi hanya tersenyum. Jagoan kecil bu Fitri, Kiki, namanya. Berusia 4 tahun. Anaknya lucu, masih cadel kalau mengucapkan beberapa kata. Bahkan cenderung pemalu. Setiap ikut mamanya ke sekolah, rengekan minta uang selalu terdengar berulang kali. Sepertinya tidak cukup seribu dua ribu untuk satu kali jajannya.
Jika suasana hati mamanya sedang baik, berapa pun minta Kiki selalu diberi. Tapi jika sedang bad mood, jangan salah. Saya yang memiliki meja bersebelahan dengannya saja bisa meloncat saking kagetnya. "Dede mah jajan wae, bentar-bentar duit. Memang mama gudang duit apa?" Nah, lho, ga kebayang kalau dia gudang duit. Anaknya pasti langsung masuk gudang saja tanpa perlu merengek. Hehe...
Kembali ke de Kiki. Setiap ia ikut, pasti rengekan setelah mamanya keluar kelas adalah minta uang jajan. Pernah sampai 10.000 lebih sesiang itu. Mending kalau makanan yang dibelinya dimakan. Ini lebih sering dibeli saja dan akhirnya nganggur di meja mamanya tak dimakan. Rupanya Kiki hanya senang membeli mengikuti temannya. Dan dia memanfaatkan kesempatan saat mamanya di kantor. Karena pasti akan dipenuhi. Jika tidak, sudah pasti rengekan Kiki berubah menjadi tangisan yang keras memghebohkan kantor.
Saya bersyukur sekali. Anak saya yang sudah pinter jajan tidak sehebat de Kiki dalam menghabiskan uang jajan. Anak saya yang pertama sejak usia 3 tahun sudah saya kenalkan dengan jatah uang jajan. Saya berlakukan sehari hanya 2000 rupiah. Jika dia menghabiskan uang jajannya pagi hari, maka tidak akan ada pemberian uang jajan ke dua kalinya. Apakah anak sulung saya langsung menerima? Tentu saja tidak. Berbagai akal dan negosiasi dari sulung saya sangat hebat. Untungnya saya berusaha konsisten. Meskipun ia menggunakan senjata tangisannya, saya tetap mengingatkan tentang komitmen awal uang jajannya. Dan alhamdulillah, sampai ia SMP ia sudah bisa mengatur jatah uang jajannya sendiri. Saat ia ingin membeli benda yang diinginkan tapi tidak mungkin minta ke saya, ia sudah bisa membelinya dari uang jajannya sendiri.
Lain anak sulung, lain pula anak ke dua. Butuh waktu lama untuk anak ke dua saya. Tangisan, rengekan, bahkan amukan berusaha menggagalkan usaha saya untuk mendisiplinkan uang jajannya. Bersyukur usaha dan konsisten saya akhirnya bisa dipahami.
Melihat de Kiki, sudah sering saya katakan ke bu Fitri sebagai mamanya. Agar mulai mengatur uang jajannya. Karena apa? Supaya kita tidak kewalahan dengan permintaannya. Harus dibatasi. Pernah sehari bisa menghabiskan ratusan ribu, apalagi jika ada acara hajatan di sekitar rumahnya. Itu menurut cerita beliau. Wow, saya tercengang!
Berusaha saya bagikan pengalaman saya bagaimana mengatur uang jajan anak-anak saya. Sekedar sharing sebagai emak-emak kece. (versi ODOP lho..) Namun jawabannya selalu, "Susah bu. Saya ngga tega."
Nah, inilah yang sering dialami para ibu. Tidak tega saat buah hati kita menangis karena meminta sesuatu. Entah makanan atau mainan. Yang lebih parah lagi jika orang lain mengatakan begini,"Udah, belikan aja. Murah ini. Kita kerja juga buat anak. Pelit amat jadi ibu!" Sedih, pasti. Untungnya setiap anak saya mengeluarkan senjata tangisan, saya tetap tersenyum dan memeluknya sambil mengingatkan komitmen yang sudah disepakati sebelum berlaku uang jajan. Kuncinya kita harus konsisten dengan apa yang sudah kita sepakati bersama anak. Ketika kita konsisten, anak kita pun akan mengerti. Namun jika sekali kita tergoda rengekannya, anak kita akan sulit untuk berkomitmen. Yakin itu.
Saya masih tahap belajar dan akan selalu belajar. Bagaimana menjadi orangtua yang baik. Ketika apa yang saya pahami tidak dimengerti oleh orang lain, saya juga tidak memaksa. Saya dikata sebagai orang yang pelit dan tega terhadap anak, saya hanya tersenyum. Toh aslinya ketika saya memiliki uang yang lebih, saya juga bukan emak yang pelit. Akan saya katakan kepada anak saya, bahwa saya punya yang lebih. Silahkan minta benda yang mereka inginkan, tentunya dengan nominal yang sudah disepakati terlebih dahulu dengan mereka.
Sekali lagi saya masih perlu banyak belajar. Bagaimana menjadi emak yang kece bagi anak-anak saya. Semoga untuk anak ke tiga saya nantinya, saya juga bisa konsisten. Aamiin.
#One Day One Post
Tantangan Maret minggu ke-3
Titip rindu pada daun yang tertiup angin, ijinkan aku mengurai kerinduanku untukmu.
Sayang, apa yang ada di benakmu saat ini? Pernahkah kau merasakan dentuman kerinduan yang selalu membuncah saat suasana seperti ini terjadi? Sungguh aku merindumu, sayang, merindumu akan banyak hal. Bisakah kita sudahi perang dingin di antara kita? Hatiku sudah mulai kedinginan, hatiku merindumu sangat.
Titip rindu ini kepada daun yang tertiup angin, agar kelak dia sampaikan kepadamu. Betapa situasi ini tidak mengenakkan bagiku. Untuk memberikan senyumku saja, aku tak berani. Apalagi untuk merayumu agar kau memandangku kembali dengan pesona cintamu. Ayolah, sayang, kita damai lagi ya. Supaya esok senyumku akan berhias kembali mewarnai berangkat jihadmu.
Ijinkan juga aku menitipkan rinduku pada rembulan malam yang selalu hadir menemaniku. Kan kubisikkan kepadanya, aku begitu mencintaimu, meski aku dalam kondisi sedang kusut, bahagia, ataupun aku sedang terbang ke awan tanpamu. Rasa cintaku tetap seindah pelangi yang selalu menghias langit dengan polesan crayon cintamu. Indah dan selamanya akan indah.
Sayangku...besok hari ke tiga, kita damai ya. Usai kan benang kusut yang tak mengenakkan ini. Esok aku ingin kembali bermanja di lenganmu. Esok aku juga ingin memelukmu dalam keindahan kalbuku. Esok, esok, dan seterusnya, siapkan selalu maafmu untukku. Aku tak biasa jika harus melihatmu menjauh, bahkan hanya sejengkal saja. Aku menunggumu besok, sayang. Dalam segenap kerinduan dan sepenuh rasa cintaku.
#One Day One Post
Tantangan Maret
Puff, rasanya saya seperti berlari marathon. Jantung saya berdetak lebih cepat. Nafas saya apalagi, ngos-ngosan. Selesai masuk di kelas sebelah, saya masih harus memberikan materi di kelas saya sendiri. Hari ini saya harus masuk tiga kelas untuk sekedar memberikan tugas, karena guru kelasnya, yang merupakan rekan kerja saya berhalangan hadir. Kebayang kan, bagaimana saya harus berpindah-pindah kelas. Hari ini pun saya sangat yakin saya tidak maksimal dalam memberikan materi pelajaran. Baik di kelas saya sendiri ataupun di kelas rekan kerja. Mencoba menarik oksigen lebih banyak agar saya bisa bernafas sedikit lega.
Sekilas saya menatap anak-anak di kelas VI A ini. Berjumlah 51 anak dengan postur badan yang tentunya lebih besar dari saya, guru kelasnya. Perempuan atau laki-laki semuanya hampir tinggi besar. Saya seperti adik mereka ketika saya berbaur bersama mereka saat melakukan game di sela-sela jam belajar yang saya lakukan. Sedikit merenung, ini sekolah yang hampir mayoritas ada di seluruh Indonesia. Sekolah negeri yang memiliki jumlah murid setiap kelasnya tak pernah kurang dari 40 siswa. Kecuali sekolah negeri yang berada di antara sekolah swasta yang menjamur dan bagus, mungkin hanya memiliki murid yang tidak seperti kelas negeri pada umumnya.
Menjadi guru di sekolah negeri sudah saya jalani selama enam tahun sejak SK penempatan. Sebelumnya saya mengajar di sekolah swasta dengan jumlah murid di kelas hanya 20-25 anak. Di sekolah negeri jujur saya harus lebih dan lebih memberikan yang terbaik. Dengan segala kemampuan saya tentunya.
Di sini saya dituntut serba bisa. Sepuluh mapel bro, harus bisa saya kuasai. Mulai dari PAI, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKn, Matematika, SBK, PJOK, Bahasa Sunda, dan Bahasa Inggris. Paling sedih jika saya harus mengajar Bahasa Sunda dan PJOK. Pertama karena saya bukan orang sunda. Saya bisa mengucap lafal sunda, tapi logat jawa saya tetap terlihat dengan angkuhnya. Alhasil saya pasti ditertawakan saat memberikan pelajaran Bahasa Sunda. Ditambah bila saya tidak berhasil merayu rekan kerja untuk diajak bertukar ngajar. Beliau mengajar Bahasa Sunda di kelas saya, sedangkan saya mengajar Bahasa Inggris si kelas beliau. Meskipun Bahasa Inggris saya juga belum bisa dikatakan jago. Mendinglah dari pada saya harus ngajar Sunda. Kalau sudah begitu, akhirnya saya tetap berusaha mengajar Sunda di kelas sebisa saya. Tapi tetap kemampuan terbaik yang saya berikan, meskipun saya tidak melafalkan sedikitpun kalimat Sunda. Jadi saya hanya memberikan materi dan soal. Penjelasan tetap saya berikan menggunakan bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia. Hehe..
Pelajaran ke dua yang membuat saya suka sedih adalah PJOK. Dari jaman saya sekolah dulu saya tidak jago olah raga. Akhirnya setiap akan praktik olah raga dengan anak-anak, sehari sebelumnya saya akan kursus dengan suami. Kursus kilat.
Melihat kenyataan di atas sempat terlintas dalam benak saya. Apa jadinya anak-anak saya yang belajar dengan saya yang tidak ahli. Sedangkan semua guru SD negeri dituntut seperti itu, karena kurangnya tenaga pendidik. Mudah-mudahan akan ada perhatian dari pemerintah tentang hal ini. Sehingga hasil dari pendidikan dasar akan berkualitas, tidak hanya aspek kognitif, tapi mencakup ranah afektif dan psikomotorik.
Saya tetap akan berusaha memberikan yang terbaik, dan mencari cara agar bisa menyampaikan materi. Dengan cara bertanya kepada rekan kerja yang lebih ahli. Semoga prosesnya akan menghasilkan generasi yang lebih baik.
#One Day One Post
Maret minggu ke-3
Terlihat berjajar rapi sepanjang rak. Tersusun berderet berdasarkan jenisnya. Rak buku sepanjang 2 meter dengan 3 tempat yang masing-masing tempat rak berderet penghuninya masing-masing.
Kisah-kisah Teladan untuk Keluarga : "Sepertinya akan bertambah lagi penghuni di tempat kita."
Gurunya Manusia, Sekolahnya Manusia, Kelasnya Manusia : "Iya, pastilah. Biasanya kami bertiga sering dibaca untuk referensi membacanya. Saat itu kami jadi buku favoritnya. Sekarang siapa yang akan jadi favoritnya?"
Brain Gym : "Aku masih ingat saat bukuku dibuka, dipelajari sampai semuanya dipraktikkan ke murid-muridnya di kelas. Bahkan sering bersama-sama melakukannya di rumah dengan anaknya."
Menyulam Sederhana : "Pernah bangga aku selalu dikumpulkan bersama temanku keterampilan yang lain." (menunjuk ke deretan pasukan keterampilan. Di antaranya nampak berjudul menyulam benang, menyulam pita, berkreasi dengan kruistik, Membuat Rose Bud, dan keterampilan lainnya. Mereka tersenyum).
Semua pasukan penghuni rak buku sederhana tersebut tersenyum senang. Mereka pernah merasakan menjadi istimewa karena sering dibaca. Tak lama kemudian 4 buku masuk ke dalam rak berkumpul dengan yang lainnya.
Catatan Ery Soekresno : " Hai, penghuni baru. Boleh tahu apa istimewamu sehingga berkumpul bersama kami?"
Ayah Edy punya cerita : "Aku berisi tentang kisah-kisah inspiratif parenting yang wajib diketahui orangtua." (menghela nafas sejenak dan melirik tiga teman lainnya)
"Aku akan membangun kesadaran para orangtua bahwa keluarga adalah tempat utama bagi anak untuk belajar dan mengembangkan diri. Di sini Ayah Edy akan bercerita banyak hal tentang keluarga, dan sekolah."
(melirik teman lainnya untuk melanjutkan.)
Ayah Edy menjawab : "Aku akan asyik dibaca. 1001 persoalan sehari-hari orang tua yang tidak ada jawabannya di kamus mana pun. Aku akan membawa pembaca asyik membaca curhatan dari orangtua dan penyelesaiannya dari Ayah Edy. Dengan bahasa yang enak dan mudah dipahami. Sedikit menyentil orangtua. Membantu orangtua menyelesaikan permasalahan yang sering dihadapinya. Aku jadi bacaan wajib orangtua agar menjadi orangtua yang baik dan benar."
Ayah Edy memetakan potensi unggul anak : " Aku tak mau kalah lho, disini akan dibahas cara membimbing anak sejak dini agar sukses menemukan bakat ilmiahnya. Membantu orangtua untuk membaca potensi unggul yang dimiliki anaknya. Agar orangtua tidak salah memgarahkan kelak menjadi apa. Dijamin akan temggelam dalam bahasannya."
(Mereka bertiga tersenyum. Masih ada satu seri Ayah Edy yang ingin juga mengatakan keunggulan dirinya)
Ayah Edy menjawab problematika ABG dan remaja : "Aku wajib jadi bacaan ayah bunda yang memiliki anak ABG. Agar ayah bunda bisa mengarahkan anak ABGnya menjadi remaja yang bahagia. Remaja yang memiliki sikap baik. Membantu para orangtua untuk lebih cermat dalam memosisikan diri. Banyak yang Ayah Edy bahas."
Semua penghuni rak tersenyum. Buku mana pun yang akan menjadi favoritnya, tentulah buku yang bagus. Novel yang tersusun rapi juga tersenyum mengiyakan. Kami semua dibeli untuk menambah wawasan dan ilmu. Untuk memberi manfaat kepada yang membaca.
#One Day One Post
Tantangan buku favorit
Maret minggu ke-3
Membuka lembaran tulisan tiap hari
Berburu jenuh deretan huruf demi huruf
Mengejar sebuah angka di atas kertas
Demi sebuah status di selembar ijazah
Dan kata LULUS
Andai ini kelas binatang
Seekor bebek diminta pandai terbang
Padahal dia hanya bisa berenang
Ada pula seekor burung
Diharuskan bisa memanjat
Sedang dia hanya ahli terbang
Atau si kancil yang diharuskan pandai terbang
Tapi ketika berlari dia unggul
Haruskah mereka mumpuni semuanya
Bisa terbang
Jago lari pula
Handal berenang
Andai binatang itu diharuskan bisa
Ahli di semuanya
Yakinlah..
Suatu saat keahlian aslinya akan hilang
Haruskah itu yang kulakukan jua
Saat mereka datang sebagai gelas kosong
Inilah sekolah
Dengan segudang kekuatannya
Memintaku membisakan mereka
Tapi
Ini sekolah
Yang ahli berenang..biarlah asah keahliannya
Yang jago terbang..bawa terus terbang tinggi
Yang sudah berlari handal..biarkan tetap berlari
Ini sekolah
Bukan pemaksaan
oleh Lisa, Kota Hatiku, 14 Maret 2016
#One Day One Post
minggu ke-3 bulan Maret
Ibu...aku ingin jadi bocahmu lagi
Bebas memelukmu
Berlari ke arahmu tanpa malu
Bergelayut manja di lenganmu
Bisa disuapin olehmu setiap saat
Aku ingin jadi bocahmu lagi, Ibu...
Yang tak pernah menyerah saat jatuh
Yang selalu bangkit kembali ketika kalah
Yang mudah memaafkan kala ada yang bersalah
Kembali bermain tanpa kenal waktu
Aku ingin jadi bocahmu lagi, Ibu...
Tanpa malu menyeka sudut mataku
Jika rintik hujan membayang si mataku
Tak perlu menjadi siapa siapa agar disuka
Dan tak ada beban menggunung
Ibu...
Bocahmu lelah menjadi dewasa
Menghadapi lembar demi lembar
Kerasnya coba hidup
Mencoba merayu orang dewasa lain
Agar aku punya kawan
Menjadi dewasa itu aneh, Ibu...
Sulit memaafkan
Mudah tersinggung
Patah menyerah
Pandai bertampang dua
Tak mudah melupakan kesalahan
Dan..
Aku ingin jadi bocahmu lagi, Ibu...
kota hatiku..11 Maret 2016
oleh lisa
#ODOP
tantangan minggu ke-2
"Au, sakit bapak," jeritku saat gulungan kertas ditimpukkan di pundakku. Beliau Pak Sigit, wali kelasku saat kelas 1-1 dan 2-4.
"Bocah cilik, jenenge sri, tapi ga gelem noleh nek diceluk sri. Noleh e nek diceluk lisa," gerutu beliau sambil duduk di sebelahku. Aku hanya terkekeh pelan mendengar gerutuan beliau. Sudah sering, jadi hafal setiap bertemu pasti ga terima dengan nama panggilanku.
"Lha mau gimana lagi pak, wong bapak sama ibu sudah bikin bubur merah, mosok mau diganti," jawabku tak mau kalah.
"Namaku tuh punya arti yang bagus, pak," masih tak mau kalah aku berargumen dengan beliau. Kembali tertawa khas beliau terdengar. Dua temanku hanya mendengarkan.
"Apa artinya?"
"Sri itu artinya Senyummu Ramah dan Indah. Tapi, berhubung sudah banyak nama sri, saya lebih ikhlas dipanggil lisa aja deh, pak," sambil menjawab aku segera meninggalkan Pak Sigit guruku, sebelum gulungan kertas itu mengenai pundakku lagi.
Iya ya, kenapa aku dinamakan Sri Lestari tapi dipanggil Lisa? Emang ga ada nyambung-nyambungnya pisan ya. Tapi itulah nama yang diberikan bapak dan ibuku. Harapan agar aku selalu lestari tak sakit-sakitan. Dan bersyukurnya aku punya nama panggilan keren Lisa. Karena kalau tidak, bisa dibayangkan, 2 saudara perempuanku bernama sri juga. Jika kalian mencariku di rumah dengan menanyakan, ada sri? Pasti akan dijawab oleh ibu ku, sri yang mana? Hehehe..
Punya nama panggilan yang berbeda dengan nama asli enak ga enak. Akan aku ceritakan pengalaman ga enaknya.
Kejadian ini terjadi tahun 2007. Pergantian tahun ajaran baru berarti aku akan memiliki murid baru. Kebetulan aku dipercaya untuk memegang kelas 3. Gosip punya gosip anak pejabat POMG hampir semua ada di kelasku. Pas hari H aku akan menyambut anak-anak didik kelasku, wali murid heboh di depan kantor kepala sekolah. Mereka meminta penjelasan. Menurut mereka, anak-anaknya akan ada di kelas dengan wali kelas Bu Lisa. Kenapa sekarang ganti dengan Bu Sri Lestari?
Oo...Aku yang mendengar jadi tertawa. Pak kepala sekolah yang melihatku alhirnya memanggilku. "Ini bu Lisa, nama aslinya bu Sri Lestari, mangga kalau mau kenalan dulu." Serempak terdengar oo yang panjang diiringi gelak tawa. Aku hanya tersenyum. Duh, namaku jadi masalah.
Peristiwa ga enaknya lagi adalah saat proses transfer uang lelah les private. Selalu aku yang meminta untuk transfer saja daripada cash n carry. Masalah selalu muncul ketika beliau ini baru les private denganku.
"Bu, tidak jadi saya tf, ko namanya yang muncul bukan nama ibu?" keluhan salah satu wali murid les private. Atau "Ibu salah kasih no rekening ya?"
Nah lo, aku lupa memberitahu kalau nama yang akan muncul saat transfer itu adalah nama lengkapku. Akhirnya bisa dibayangkan, proses tf dilanjutkan esok harinya. Hehehe..
Itu sekelumit tentangku. Tidak banyak, sama seperti yang lainnya. Lahir di kota kecil Nganjuk, Jawa Timur 36 tahun silam. Besar di Nganjuk hanya sampai tahun 1998. Selebihnya merantau ke Bogor, kerja, dan kuliah di Bogor.
Cita-cita yang masih di awan yang ingin kugapai adalah punya rumah untuk tinggal kucing-kucing yang tidak punya rumah, bisa membuat buku untuk anak-anakku di sekolah. Buku dongeng tapi mengisahkan tentang pelajaran sekolah, sehingga anak gemar membaca. Itu sebagian mimpiku.
Bagian kisah seru akan aku ceritakan lain kali. Semangat untuk terus menulis, mengukir karya untuk anak-anak kita. Salam ODOP Batch 2. Semoga di sini aku bisa tetap istiqomah.
#One Day One Post
tantangan memperkenalkan diri
minggu ke-2
Sepenggal rasa ini indah
Seindah warna pelangi sesudah hujan
Membiaskan sebentuk rasa
Rasa yang tak akan pernah tergantikan
Tak lekang pula oleh waktu yang mengalir
Sepenggal rasa dalam diam
Menguntai makna tepiskan ego
Melepas gundah dalam dekapan rindu
Membahana dalam ruang sepi
Untuk lukiskan rasa ini
Aku yang mencintaimu dalam diam
Yang mendekap rindumu dalam pelukan
Yang memandang luasnya langit saat memeluk bumi
Yang tak pernah tahu
Apa warna yang kugores untukmu
Dalam diam dan sepi
Rasa ini akan selalu hadir
Untukmu di tiap malam yang terlewat
langit hatiku,
9 Maret 2016
#One Day One Post
Tantangan minggu ke-2
14 tahun silam engkau melihat dunia
Menangis di pelukan ummi
Bersamaku kau tumbuh gadisku
Tahun demi tahun
Hingga kini usiamu
Tak patut lagi ada dalam gendonganku
Ada dunia di luar sana yang berkawan denganmu
Bayi mungilku sudah gadis
Elok nian parasmu
Jadilah perhiasan buat ummi
Jagalah selalu kehormatanmu
Akhlak mulia laiknya Aisyah
Peluk cinta ummi akan hadir
di setiap langkahmu
Kamu yang jauh terpisah oleh jarak, semoga selalu berada dalam keadaan sehat, kondisi yang selalu membahagiakan hari-hari yang terlewati. Kamu yang tak pernah bisa kulihat langsung dengan mataku, akankah menyadari jika ada doa yang senantiasa kutitip di setiap malam untukmu.
Ketika pujangga mampu menuliskan sebait kata indah, aku tak mampu lakukan itu. Aku bukan pujangga. Aku hanya bagian dari sisi kehidupanmu yang mungkin sudah terlupa oleh waktu.
Waktu, ya...Waktu yang tak pernah bisa kita putar kembali sesuai keinginan kita. Waktu yang terus berjalan dalam kebisuan yang selalu tercipta bersamamu. Diam dan hening. Anehnya aku menyukai itu.
Dalam diam dan bisu ini, kembali aku ingin bersamamu walau hanya sesaat. Sesaat sebelum mimpi memelukku. Mengingatmu dalam keindahan bingkai yang sudah kusiapkan. Selamat malam sayang, bermimpilah tentangku dan tersenyumlah untukku.
#One Day One Post
Tantangan minggu ke dua
Menyambung postingan yang sudah lewat tentang lagu untuk menghafal yang belum saya selesaikan. Ada banyak sebetulnya, karena setiap ada kendala anak-lama memahami materi maka saya akan berusaha membuat lagu untuk mereka. Dengan tujuan agar mereka cepat mengingatnya.
Di kelas VI ini saya memberikan lagu tentang aturan untuk pecahan dengan menggubah lagunya wali Sholawat. Begini setelah saya ubah.
Penjumlahan angka pecahan
Disamakan penyebutnya
Pengurangan angka pecahan
Disamakan juga penyebutnya
Perkalian angka pecahan
Atas atas bawah bawah
pembagian angka pecahan
Dikalikan kebalikannya
Jika dalam oprasi hitung
Ada persen ada desimal
Harus diubah dahulu
Barulah bisa dihitung
Di atas lagu untuk aturan mengerjakan pecahan. Ada pula lagu untuk memudahkan menghafal rumus-rumus luas bangun datar. Lagu ini diubah dari syair Gundul-gundul Pacul.
Luas persegi panjang
Panjang kali lebar
Luas dari Persegi
Sisi kali sisi
Alas kali tinggi dibagi dua
Itu cara dari luas segitiga
Luas jajar genjang
Alas kali tinggi
Luas layang layang
d d bagi dua
Luas blah ketupat
d d bagi dua
Sama dengan dari luas layang layang
Luas trapesium
a ditambah b
Dikalikan tinggi
Dan dibagi dua
Luas lingkaran phi r kuadrat
Kelilingnya 2 kali phi r
Mudah-mudahan bermanfaat. Akan saya sambung lagi untuk lagu berikutnya. Inshaa Allah...
Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Kidung rinduku masih untukmu yang tak kutahu keberadaanmu. Masih pula kupinta pada angin malam untuk mengantarkan nyanyian rindu untukmu. Entah dimanapun kau berada.
Menatap indahnya langit malam saat tak ada tangisan dari langit sungguhlah indah. Biasanya bersamamu kita lakukan hal ini. Kau bercerita banyak hal tentang apa yang tidak kutahu. Aku adalah pendengar setia menurutmu. Hanya sesekali menimpali ceritamu dan membalas leluconmu. Ah, aku sungguh merindukanmu.
Masihkah kau menyukai bintang? Dan menatapnya untuk waktu yang lama? Kau memintaku menjadi seperti bintang. Selalu ada menemani langit memeluk bumi saat malam menyergap. Agar kau bisa menatapku saat tak di sampingku. Karena aku ada bersama bintang.
Malam ini kembali aku memelukmu dalam doaku. Di tempat yang tak kutahu. tetaplah mengingatku. Aku akan tetap menjadi bintang yang selalu menemani gelapnya malam. Sekeping rindu ini tetap kutitip pada angin malam, untuk sampaikan kepadamu.
#ODOP Hari ke-5
Akhirnya pengumuman pemenang lomba menulis akan disampaikan. Mio si kucing yang berasal dari hutan cerdik merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Ia bersaing dengan penghuni Hutan pintar yang terkenal hebat dalam menulis.Wajah cemas pun terlihat penghuni hutan lainnya.
"Baiklah, akan saya umumkan siapa pemenangnya." suara berat berwibawa dari Hamo raja hutan pintar membuat suasana makin menegangkan. "Juara 3 diraih oleh Mio si kucing dari hutan cerdik."
"Ha...aku menang?" teriak Mio seperti tidak percaya. Menyusul juara 2 dan 3 diraih oleh Tipo tupai dan Mondi monyet dari hutan pintar.
Selesai pengumuman Mio berlari pulang membawa medali kemenangannya. Sepanjang perjalanan menuju hutan cerdik Mio menyampaikan kemenangannya.
Berita kemenangan Mio segera sampai ke telinga raja hutan cerdik. Leon raja hutan cerdik segera memanggil semua patihnya untuk menyambut kemenangan Mio.
"Hamba datang membawa medali juara, baginda."
"Iya, Mio, kami sudah mendengarnya. Kami bangga kepadamu, Mio." ucap Leon memeluk Mio.
"Paduka Leon, sudi berkenan hamba menyampaikan usul. Bagaimana jika kita juga mengadakan sekolah menulis, selain sekolah membaca yang sudah berjalan baik. Agar kita juga mempunyai penulis-penulis hebat." jelas penasehat Kancil.
Leon raja hutan cerdik menganggukkan kepalanya. Semua patih yang hadir juga nampak setuju dengan usul patih Kancil. Selama ini hutan cerdik hanya memiliki pasukan membaca yang hebat, tapi kurang hebat dalam menulis. Alangkah baiknya jika dua kemampuan ini diasah dengan baik.
"Baiklah, aku terima usulmu. Aku perintahkan kepada Patih Burung Hantu untuk melatih kelas menulis. Terus berlatih menulis setiap hari agar tulisan penghuni hutan cerdik menjadi bagus." jelas raja Leon.
Sejak saat itu penghuni hutan cerdik berlatih dengan giat membaca dan menulis bersama Patih Burung Hantu.
Naah...itulah alasan saya bergabung di ODOP. Masa saya kalah dengan penghuni hutan cerdik. Ga la yaauu...he...he...he...
#One Day One Post
#Alasan saya gabung di ODOP
Hutan ini sungguh indah. Bunga-bunga tertanam dengan rapi berdasarkan jenis tanaman. Nampak jalan setapak yang kulalui bersih bebas dari sampah daun kering. Sungguh tempat tinggal yang nyaman.
Hari ini raja hutan memintaku untuk mengikuti lomba menulis di Hutan Pintar ini. Entahlah, apakah aku bisa mengikuti atau tidak. Hutan ini terkenal dengan kepandaian penghuninya. Semua memiliki keahlian yang tidak dipunyai oleh penghuni di hutanku. Yang penting aku berusaha. Setidaknya aku akan berusaha sekuat tenaga yang aku miliki.
Langkahku memasuki sebuah tempat yang sudah dipersiapkan oleh panitia. Sebuah tempat yang sejuk di bawah pohon yang rindang. Sudah ada Mondi si monyet, Kandak si landak, dan Tipo ai tupai. Semuanya penghuni Hutan Pintar. Aku mengambil duduk tak jauh dari mereka yang sedang asyik berbincang.
"Hai, Mio, sudah siapkah kau mengikuti lomba menulis ini?" Aku hanya tersenyum menjawabnya. Satu persatu bpeserta lomba mulai berdatangan. Ada sekitar 10 peserta termasuk aku. zkukibaskan ekorku untuk mengusir gugup yang tiba-tiba datang. Kertas lomba menulis sudah di tangan. Segera kutulis apa yang ingin kutulis, tanpa perlu tahu bagus atau tidak tulisanku nantinya.
Peserta dari Hutan Pintar kulihat menulis dengan rapi. Tidak ada rasa gugup sepertiku. Rasa penasaran menyergapku. Apa rahasia dibalik semua?
Mondi tersenyum melihatku. "Kita sudah terbiasa menulis setiap hari di sini. Raja kami selalu meminta kami berlatih menulis agar tulisan kami menjadi bagus." jelas Mondi.
"Kalau tidak dibiasakan menulis setiap hari kami juga tidak akan pandai menulis." tambah Tipo.
Wah ini harus disampaikan kepada raja. Ini rahasia kenapa mereka selalu memenangkan perlombaan menulis di hutan manapun. Kepandaian mereka menulis sudah tidak diragukan lagi.
( bersambung )
#One Day One Post
tantangan hari ke-4
Bukan hujan dari langit matamu yang ingin kulihat
Bukan pula seraut senyum sedih dari wajahmu
Apalagi serangkai cerita berkidung sendu
Aku hanya ingin melihatmu tersenyum untukku
Mendengarkan suara merdumu merangkai cerita
Itu yang ingin kulihat darimu
Duhai pemilik hatiku
Inginnya hatiku berdendang bersamamu
Memetik dawai merdu bersamamu
Tapi
Apalah kuasaku
Aku hanya kembali memeluk rembulan sendiri
Tanpa dawai dan kudung rindumu
"Macet lagi macet lagi...gara-gara si Komo lewat." Jadi nyanyi deh, lagu masa kecil masih bau jahe ( enakan wangi jahe dari pada wangi kencur, he...he...he... )
Deretan panjang kendaraan memenuhi jalan tanpa bergerak sedikitpun. Ya iyalah, kalau bergerak bukan macet namanya. Tengok kanan tengok kiri, semuanya memasang wajah kesal dan marah. Mungkin saya juga begitu. Macet-macet enaknya ngapain ya? Ting...nampak lampu di kepala saya. ( He...he...he, ada listrik dong di kepala saya )
Ingat materi Skala yang masih hangat saya ajarkan untuk anak-anak di kelas. Aha, mencoba merangkai kata untuk dijadikan lagu dan mencocokkan lagu apa yang pas. Jreng...jreng, jadilah menggunakan lagu Menanam Jagung dengan mengubah syairnya.
Ayo kawan kita belajar
Masalah skala dan perbandingan
Skala itu
JP banding JS
JP itu skala kali JS
JS jarak sebenarnya
Tinggal dihitung JP bagi skala
JS jarak sebenarnya
Tinggal dihitung JP bagi skala
Hore...dapat satu lagu saat macet. Sedikit mengurangi pengabnya macet yang mulai menyergap. Macet oh macet, terimakasih. Lagu postingan sebelumnya tunggu ya.
*JP = jarak peta
*Tantaangan hari ke-2, Ganbatte