"Dasar anak koruptor!" suara gaduh terdengar saat kaki Sakura memasuki ruangan kelas VIII-10. Suara yang sama seperti kemarin, menyudutkan Hening, teman sekelasnya, yang ayahnya ditangkap oleh KPK karena kasus korupsi. Seminggu lalu peristiwa penangkapan ayah Hening terjadi, dan beritanya juga ramai disiarkan di televisi.
Hening hanya diam, mendapatkan perlakuan dan ucapan teman-temannya. Ia merasa tak perlu membantah ataupun memberikan alasan apapun. Toh ditutupi seperti apapun, kabar itu sudah mendunia, ibarat bangkai yang sudah tercium kebusukannya tak mungkin untuk dibungkus lembali serapi apapun. Hanya membisu yang bisa Hening lakukan, meskipun dalam hati ia merasa sedih, marah dengan sikap dan perlakuan teman-temannya. Menyudutkan, mencibir sinis, bahkan menjauhi Hening. Enggan berteman, sekedar bercakap ataupun menyapa Hening. Mereka, teman sekelas dan seluruh teman satu sekolah. Kabar itu cepat meluas sehingga sempurna menempatkan Hening dalam ruang sepi tanpa teman. Kalau sudah begitu, Hening hanya bisa mematung, lalu menyibukkan diri membaca buku.
Pemandangan Hening yang menyendiri setelah perbuatan ayahnya, membuat Sakura berpikir bagaimana caranya agar teman-temannya tidak memperlakukan Hening seperti ini. Seolah-olah yang bersalah adalah Hening. Sakura ingat perbincangannya dengan Bunda semalam tentang masalah Hening ini.
"Bunda, kasihan deh temen aku. Dikata-katain setiap hari sebagai anak koruptor. Hanya karena ayahnya ketangkap KPK melakukan korupsi." Sakura mengawali ceritanya kepada Bunda usai sholat isya berjamaah sambil menunggu kepulangan ayah yang kerja lembur hari itu.
"Terus, Ka?"
"Ya nggak terus-terus, Bunda. Emang lagi parkir? Bunda lucu," jawab Sakura mendapati Bundanya menanggapi ceritanya seperti orang parkir kendaraan.
"Maksud Bunda, temen Kaka diperlakukan bagaimana di kelas?"
"Dijauhi, Bund. Nggak ada yang mau berteman dengan dia. Menyapa saja nggak mau, Bund, Kaka nggak tega."
"Kenapa Kaka nggak mengajaknya bercakap seperti tak pernah ada apa-apa?"
Sakura memandang wajah Bunda. Bunda tidak bercanda menanggapi ceritanya. Tapi kenapa Bunda memintanya begitu?
"Tapi, Bund..."kalimat Sakura menggantung.
"Ka, yang korupsi itu ayahnya Hening, bukan Hening. Nggak seharusnya Hening mendapatkan perlakuan yang tidak nyaman hanya karena perbuatan ayahnya. Bunda yakin, Hening juga tidak mau ayahnya terlibat korupsi sehingga membuat dia mendapatkan malu di sekolah." panjang lebar Bunda menjelaskan kepada Sakura sambil menggengam tangannya. Menyakinkan putri semata wayangnya agar tak ikut-ikutan memojokkan Hening. Sakura mengangguk-anggukkan kepalanya, membenarkan penjelasan Bunda. Seandainya ia ada di posisi Hening, pasti menyakitkan juga. Mendapatkan perlakuan tidak baik padahal bukan dia yang melakukannya. Bibir Sakura menyunggingkan senyum manis untuk kemudian memeluk Bunda. Malam ini ia mendapatkan pemahaman baru bagaimana seharusnya bersikap.
"Terima kasih, Bunda.""Iya, sayang. Mulai besok, bercakaplah kembali dengan Hening. Bicarakan juga hal ini dengan teman-teman Kaka. Mudah-mudahan mereka mengerti."
Dan pagi ini, Sakura akan mewujudkan apa yang semalam dibicarakan dengan Bunda. Ia akan mengajak Hening bercakap-cakap seperti biasanya. Dan ia akan mengajak teman-temannya melakukan hal yang sama. Hening tetap teman bagi Sakura dan selamanya akan tetap menjadi teman.
#OneDayOnePost
26 komentar
Nyaris nggak ada cela mb
ReplyDeleteKlo eyd..saya msh blm pandai mbenerin
Betul tuh, tidak sepantasnya kita menghakimi seseorang sebab kesalahan orang lain...
ReplyDeleteTeman yang baik...
ReplyDeleteKasihan si Hening ia ttp diam walau dia berbicara.. He..
Jagonya deh Mbak Lisa klo buat cerita keluarga...
ReplyDeleteMb lisa mau jd spesialis cerita anak dan parenting?
ReplyDeleteSelalu keren ide ceritanya
Iya neh mbak lisa banget deh.. kalau genre ini mbak kifa..😆
Deleteaku like deh dengan tulisan" mba lisa.. tapi menurut saya sih kalimat,"Bunda, kasihan deh temen aku" nah apa sebaiknya tanpa menggunakan "a"
ReplyDelete"Bunda, kasihan deh temen ku.
#hanya saran saja, kalo saya salah persepsi tolong di perbaiki mba hehe
Nama tokohnya lucu-lucu hehe
ReplyDeletembak ada di typo di kalimat pd prgraf 2 "lembali" ^^
ReplyDeleteohya mbak.. dsini "puti semayta wayang" maksudnya putri satu-satunya kan mbak? maksdnya... dia punya anak lebih dr satu (krn dipanggil kakak), dan hanya sakura yang bjenis kelamin cewek? hehehe mmaffin ya mbak
ada lanjutannya ga mbak?
tetap semangat \^_^/
siiippp..makasih yaaa, jeli deh,
Delete*putri semata wayang
ReplyDeleteMbak lisa... semakin jagoan bikin cerpen..
ReplyDeletemasih harus belajar mb vin
Deletemasih harus belajar mb vin
DeleteKonsisten di genre iki ae Kis.
ReplyDeleteOjok gonta ganti aliran ae ... heheee
mundak kegowo aliran sesat yooi...hahaha
Deletemundak kegowo aliran sesat yooi...hahaha
Deletehm.. ortu yg bikin salah, tp anak hrs ikut merasakan akibatx..
ReplyDeleteitulah yg sering terjadi di masyarakat kita
DeleteMbak lisa....tulisannya keren...
ReplyDeleteSelalu menyimpan pesan moril mendalam di balik kisah2 nya....
Bener kata temen2...mbak.lisa mahir dalm genre semacam ini....
Lanjutkan mbak ...
Kalau ada Ayah Edi yang jago soal penanganan anak, di ODOP ada Bunda Lisa ^^
ReplyDeleteMbak lisa....tulisannya keren...
ReplyDeleteSelalu menyimpan pesan moril mendalam di balik kisah2 nya....
Bener kata temen2...mbak.lisa mahir dalm genre semacam ini....
Lanjutkan mbak ...
Keyyen mba... salute! Aku terbayang sesosok bunda yang sangat bijaksana...
ReplyDeleteKeren bu, tapi sedikit kritik boleh kan? Ada loncatan informasi di bagian percakapan Sakura dengan Bundanya. Di awal percakapan, Sakura belum menyebutkan nama temannya, tetapi di akhir percakapan tiba-tiba Bundanya sudah tahu dan menyebut nama Hening.
ReplyDeleteHal itu sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika penulis mengasumsikan Bunda Sakura sudah mengetahui berita tersebut dari siaran televisi.hehe
Dan satu lagi, kata baku yang benar adalah "sekadar" bukan "sekedar".
suwuuuun pak wahab
DeleteAh..sudahlah, saya cuma bisa angkat 2 jempol. Good job!
ReplyDelete