Pergi dari Hatiku

Hasil gambar untuk gambar patah hati
image by google

Suara di seberang telefon tidak kuhiraukan lagi. Mataku nanar menatap pemandangan yang jelas terlihat dari balik tiang tempatku menerima panggilan. Tangan mungilnya ada dalam genggaman pria lain. Jari-jari lentiknya diremas lembut, berbanding terbalik dengan perasaanku demi melihatnya. Napasku memburu, bergegas menghampiri tempat duduk yang sudah kami pesan berempat.


Tanpa basa basi lagi tinjuku melayang tepat mengenai dagu kanannya. Tubuhnya terjengkal ke belakang. Jeritan Niki bercampur dengan erangan sakit tak lagi kuhiraukan. Niki memintaku berhenti memukul ketika tinjuku yang ke dua kalinya siap melayang.

“Stop ... !!! Apa yang kamu lakukan, Ali?”

Rasanya belum puas untuk meninju wajahnya. Amarah sudah menguasai dengan sempurna. Kutinggalkan mereka, Niki yang memapah tubuh Rasya untuk kembali duduk. Aku sudah tak melihat sosok Edo, yang tadi ikut duduk bersama kami. Kakiku dengan cepat meninggalkan cafe berjalan tak tentu arah. Slide-slide bayangan tiga tahun lalu kembali menari, bermunculan bak film layar lebar.

Tiga tahun lalu ....
Bos Toni memandang sedih melihat sekeliling cafe yang mulai sepi dari pelanggan. Hanya beberapa saja yang masih setia berkunjung ke sini. Tanganku masih sibuk mengelap meja-meja, membersihkan dari sisa minuman yang tumpah di atasnya.

“Lama kelamaan aku bisa bangkrut nih!” keluhnya sedikit putus asa.

Aku hanya tersenyum. Entah senyum sebagai apa. Apakah prihatin, sedih, atau justru senang, tak tahulah. Yang jelas aku tidak ingin kehilangan pekerjaanku di sini, meskipun hanya sebagai pelayan di cafe ini.

“Apa kamu punya ide, untuk meramaikan kembali cafe ini?”

Mataku menyipit, keningku berkerut, mencoba memikirkan ide apa yang bagus untuk meramaikan kembali pengunjung. Senyuman terukir di bibirku begitu aku tahu apa yang harus dilakukan. Ada gitar di ruang ganti karyawan yang bisa aku gunakan untuk menghibur pengunjung malam ini. Urusan diterima atau tidak oleh Bos Toni itu dipikirkan belakangan.

Kupetik senar gitar, membentuk rangkaian lagu yang kuhapal. Penonton hening mendengarkan lagu yang kunyanyikan dengan iringan gitar tua milikku. Selesai satu lagu, riuh suara tepuk tangan. Rupanya semua suka dengan lagu yang baru saja kunyanyikan. Bos Toni menepuk pundakku dengan bangga.

“Aku senang dengan idemu. Teruslah menjadi penyanyi di cafe sini. Aku akan membuatkan Show Accoustic untukmu. Maukah kamu?” tanya Bos Toni dengan senyum puas.

Aku hanya mengangguk. Ini peluang bagus, menurutku.

Dari hari ke hari cafe semakin ramai. Duduk di cafe, menikmati makanan dan minuman, mendengarkan suaraku, membuatku menjadi orang yang dikenal. Bukan lagi sebagai pelayan cafe yang kerjanya hanya mengelap meja. Tetapi sudah menjadi penyanyi walaupun hanya di tingkat cafe. Setidaknya itu sudah membuatku tersenyum puas. Apalagi saat melihat sosok yang begitu membuatku terluka ada di tengah cafe, menikmati musikku.

Wajah ayu yang dulu sangat aku cintai. Seila, nama gadis ayu tersebut. Apapun yang diminta selalu membuatku ingin melakukannya agar ia tersenyum bahagia. Mulai dari membelikan kosmetik ataupun sebuah jam tangan cantik yang tak sengaja kulihat matanya lama menatap deretan jam tangan yang dipajang di ol shop terkenal. Tak sadar dia menunjuk satu jam tangan, berbentuk bulat dengan permata kecil di sekelilingnya. Cantik memang. Namun aku harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkannya.

Aku berhasil mendapatkan jam yang dia inginkan. Hanya saja hal yang tidak aku duga sungguh membuatku terluka. Pembalasan atas semua cinta yang kupersembahkan untuknya.

Tanpa Seila tahu, aku berhasil mengetahui keberadaannya sore itu. Masuk ke dalam sebuah cafe, kulihat Seila duduk seorang diri. Posisinya yang membelakangi pintu masuk membuatku aman untuk memberikan kejutan. Kutekan nomornnya, tapi tidak diangkat. Hanya dilihat saja. Kembali kutekan nomor yang sudah kuhapal di luar kepala. Kali ini dilihat pun tidak. Aku semakin penasaran. Ada apa? Kenapa dia tidak mengangkat telefon? Tak tahukah dia bahwa aku membelikan sebuah jam tangan yang dia inginkan?

Dengan mengendap aku bermaksud untuk mengejutkan dengan kehadiranku. Tunggu, apa yang kulihat?

Seorang laki-laki berperawakan atletis, berkulit putih, menghampiri duduknya. Meremas tangan kanan Seila, mengecup tangannya. Oh, tidak!! Siapa dia? Seila tidak memilliki saudara laki-laki. Jangan-jangan dia sudah berkhianat dariku. Tiba-tiba hatiku seperti tertusuk sebuah pedang tajam. Laki-laki yang kini bersama Seila memang terlihat lebih parlente dibandingkan denganku.

Hasil gambar untuk gambar patah hati
image by google

Petikan gitarku berakhir, membuyarkan lamunanku tentang Seila, meskipun sudah tak kulihat lagi wajahnya di antara pengunjung lainnya. Mungkin dia pergi meninggalkanku begitu dilihatnya aku tidak bergeming dengan kehadirannya.

Kembali lirik indah kunyanyikan untuk mengusir rasa sedih yang kini kembali hadir. Ramainya jalanan malam menemani luka yang kembali kurasakan tiga tahun lalu. Niki dan Seila, dua gadis yang berhasil menorehkan luka.

Takkan lagi tersisa rasa cinta yang ada Untuk kamu
Karena kau tlah begitu menyakiti hatiku
Hingga aku . . .

Ingin menjauh darimu meski sulit
Ingin melepaskanmu walau mungkin ku tak bisa
Begitu mudah membuat kamu
Pergi dari hatiku

Indah memang Indah
Waktu engkau masih Setia dulu
Namun saat kau menduakan aku
Tak bisa hingga aku

Ingin menjauh darimu meski sulit
Ingin melepaskanmu walau mungkin ku tak bisa
Begitu mudah membuat kamu
Pergi dari hatiku

Inikah cinta yang kau ucapkan
Begitu mudahnya kau menyakitiku

Ingin menjauh darimu meski sulit
Ingin melepaskanmu walau mungkin ku tak bisa
Begitu mudah membuat kamu

Ingin menjauh darimu meski sulit
Ingin melepaskanmu walau mungkin ku tak bisa
Begitu mudah membuat kamu
Pergi dari hatiku

 
#OneDayOnePost
#TantanganVideoKlip

#Video klip Alliando Pergi dari Hatiku

Share:

9 komentar