Belajar dari Hawa
"Hawa, ini buatku saja, ya?" kata Tania kepada Hawa, putri keduaku.
Akhir-akhir ini Hawa lagi demam ingin berjualan pembatas buku. Dia berani menawarkan kepada teman-teman bermainnya. Bahkan kalau hari Minggu, Hawa akan mengayuh sepedanya untuk menawarkan pembatas buku di luar teman sepermainannya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Biarlah, melatih keberanian dia juga.
"Nggak bisa! Ini sudah dipesan teman sekolahku," jawab Hawa, "yang lain saja, ya." Hawa menunjukkan pembatas kertas lainnya kepada Tania.
"Teteh maunya yang tadi. Nggak mau yang ini."
"Tapi sudah dipesan temanku."
"Belum dibayar, kan?" tanya Tania.
"Belum."
"Nah, aku saja yang beli. Langsung aku bayar," kata Tania dengan semangat.
Kulihat Hawa tetap keukeuh dengan pendiriannya. Hawa tidak memberikan dagangannya kepada Tania, meskipun Hawa belum mendapatkan uang. Baru sebatas dipesan saja.
"Nggak boleh ya. Besok kalau temanku nggak jadi beli, bisa Teteh bayar," putus Hawa.
Tania hanya manggut-manggut mendengar keputusan Hawa.
Aku tersenyum mendapati percakapan mereka. Dalam hati membatin, bagus juga sikap Hawa. Tidak memberikan jualannya kepada yang jelas-jelas sudah membawa uang. Dia masih memegang janji karena sudah dipesan temannya.
Masih adakah perniagaan yang seperti itu?
#TulisanRingan
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
1 komentar
Lucunya Hawa 😊😊
ReplyDelete