Bidadari Itu Ada di Sampingnya.






Bidadari untuk Dewa
Asma Nadia

Diterbitkan oleh KMO Publishing
Cetakan Pertama Oktober 2017
ISBN: 978 602 50441 06
X + 528 hlm, 14 cm x 20,5 cm

Bahagia itu sederhana, dekat dengan-Nya dan dekat denganmu.

Pertama kali menerima novel ini, saya cukup bilang, “Wow!” Novel dengan ketebalan halaman yang membuat saya sedikit berpikir, butuh berapa lama ya, menyelesaikan novel ini? Alhamdulillah, cukup lama juga saya membacanya. Butuh waktu tiga hari saya baru tamat hingga endinngnya. Akhirnya, mengasah kemampuan meresensi buku, saya akan mencoba mengulasnya sesuai persepsi saya.


Anda ingin mengenal tokoh-tokoh dalam mitologi Yunani? Di dalam novel ini akan banyak kita temukan nama-nama tokoh yang terkenal dalam mitologi Yunani. Secara nggak langsung sedikit banyak saya jadi tahu tentang tokoh tersebut. Sebelumnya saya hanya mengenal Hercules, Zeus, dan Hera.

“Kamu seperti Alkmene.” (halaman 5 dalam novel Bidadari untuk Dewa, salah satu tokoh mitologi Yunani)

Jangan taruh kemarahan di depanku, jika tak ingin Hephateus membakarmu.(halaman 153)

Herkules memang tak selalu berhasil. Tapi putra Zeus itu selalu menemukan cara untuk bangkit dan kembali tegak, setiap kali dijatuhkan lawan. (halaman 282)

Tempat kita meminta bukan Hades, Dewa Kegelapan dalam mitos yang mudah murka pada manusia, yang dulu sering diceritakan namun kutolak kehadirannya di hatiku. (halaman 458)

Novel ini ditulis based on true story dari seorang yang terkenal, yaitu Dewa Eka Prayoga yang merupakan pemilik dari perusahaan Billionare Store. Menguak sisi sejarahnya dari awal hingga sukses seperti sekarang ini. Bahkan sisi terkelam dari Dewa yang belum pernah dipublikasikan di acara seminarnya, ada di dalam novel ini. Tidak akan menyangka, sosok yang terkenal sebagai penulis, motivator ini memiliki kehidupan yang membuat pembacanya akan terkesima, berdecak kagum, lantas akan mengatakan, LUAR BIASA!

Ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga, menyuguhkan cerita demi cerita dalam babnya dengan cukup menguras sisi emosi sebagai pembaca. Membayangkan seolah kita ikut terlibat dalam berbagai skenario yang Allah ciptakan untuk tokohnya. Sebuah perjalanan hidup seperti roda sepeda, terkadang ada di atas, ada kalanya berada di bawah. Allah Maha Kuasa membolak-balikkan cerita.

Menggunakan alur campur, dengan suguhan alur mundur di awal cerita, menceritakan bagaimana Dewa lahir dari seorang ibu yang luar biasa perkasa hingga maju sejenak ketika Dewa sebagai tokoh utama dikejar-kejar oleh investor, dan kembali lagi mengajak pembaca ke masa lalu bagaimana Dewa bertemu dengan bidadarinya yang bernama Haura.

Di dalam cerita ini kita juga akan menemukan sebuah persahabatan yang indah luar biasa. Benar adanya sebuah pepatah yang mengatakan. Teman sejati akan terlihat ketika kita ada dalam masalah. Persahabatan antara Dewa, Mirza, dan Rizal menjadi bukti mereka ada di dunia ini. Hadir sebagai sahabat sejati yang akan selalu mendorong sahabatnya saat di dalam masalah. Rizal dan Mirza mendampingi Dewa ketika tertipu dengan hutang delapan milyar. Atau Rizal dan Mirza yang selalu memberi semangat untuk menjalani hari-hari Dewa yang sedang terkapar lemah tak berdaya karena penyakit langkanya, yaitu GBS.

Meskipun tidak menggambarkan latar Bandung, Sukabumi, atau Sumedang dengan jelas, tapi novel ini sangat bagus. Ketiga kota tersebut menjadi daerah yang melibatkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut.

Tidak hanya sahabat sejati, tetapi novel ini juga mampu memeberikan gambaran tentang seorang istri yang hebat, yang layak menyandang sebagai seorang bidadari sungguhan. Ketangguhannya dalam menemani suami saat terjatuh patut diacungi jempol. Bagaimana Haura ikut membantu Dewa bangkit dari terpuruknya sebuah bisnis, lembutnya hati Haura meskipun Ibunya Dewa selalu menjelma menjadi mertua yang menyebalkan bagi Haura. Dan sekali lagi Haura membuktikan kepada orang lain, dia adalah bidadari untuk Dewa dengan  menemani suami ketika divonis oleh dokter hanya memiliki 20% kesembuhan, Haura selalu membisikkan ke telinga Dewa, “Ayah tidak akan sendiri. Bidadari Ayah ada di sini.” (halaman 452 dalam novel Bidadari untuk Dewa)

Novel ini penuh dengan kisah hidup yang layak dijadikan pelajaran. Bagaimana kita harus lebih banyak bersyukur, menghadapi persoalan dengan tetap rasa syukur dan keridhoan atas rencana Allah, membantu sesama sehingga Allah akan memberikan bantuan-Nya juga. Dari novel ini saya juga belajar bahwa Allah selalu memberikan keajaiban melalui banyak cara, Allah tetap number one. Keyakinan bahwa Allah sudah menyiapkan solusi dari setiap ujian yang diberikan, tinggal manusia yang harus mencari tongkat Musa tersebut. (halaman 275).

Bidadari untuk Dewa layak dijadikan salah satu koleksi buku kita, untuk mengambil pelajaran dari kehidupan tokohnya. Happy Reading!

#Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post yang diselenggarakan oleh Blogger Muslimah Indonesia.

Share:

4 komentar