Cerita Anak Boneka Beruang Hawa


Lama ya, nggak nulis cernak. Postingan kali ini sengaja diisi ini, karena melihat duo bocil yang di rumah sering begini. Pas dibacakan ini, mereka tertawa karena namanya ada dalam cerita yang emaknya bikin. Ulasan dari segi parentinganya, bisa dibaca di sini.


Boneka Beruang Hawa

Oleh El-lisa

cerita anak boneka beruang hawa


            “Mama ...!” teriak Hawa dengan suara melengking. Tak lama kemudian terdengar suara tangisan yang tidak kalah volumenya dengan teriakan tadi.

Mama dengan tergopoh-gopoh segera berlari ke ruang depan. Dilihatnya Hawa sudah menangis. Sedangkan Kamil, adiknya yang berusia 3 tahun sedang tertawa sambl memeluk boneka milik Hawa.

“Ada apa, Kak?” tanya Mama meskipun dalam hatinya sudah bisa menebak apa yang terjadi.

“Mainanku direbut adik,” adu Hawa sambil sesenggukan.

“Aku pinjam,” bantah Kamil dengan logat cadelnya.

“Bilang nggak ke kakak kalau minjam bonekanya?” tanya Mama.

“Adik nggak bilang, Ma,” Hawa yang menjawab.

Mama mendekati Kamil dan memeluknya. “Kalau mau pinjam harus bilang dulu sama kakak ya, Dik.”

“Hawa, aku pinjem ya,” kata Kamil sambil menunjukkan boneka beruang kepada Hawa.

“Nggak boleh!” sahut Hawa sambil merebut boneka yang sedang dipegang Kamil dengan cepat.

Melihat boneka beruang direbut dari tangannya, Kamil dengan gerakan cepat kembali menarik tangan kakaknya dan menggigitnya.

“Mama...!” Kali ini lengkingan Hawa makin kencang dibandingkan yang pertama tadi.

“Aku digigit adik,” Hawa memeluk Mama.

“Kalau adik pinjam kasih dong, Kak.”

“Nggak boleh pinjam!” sahut Hawa.

Mama melihat Kamil sudah berlari ke kamar dan menutup pintu.

“Kalau tadi pas adik pinjam dan kamu kasih, Kakak pasti nggak akan digigit,” kata Mama.

“Aku nggak mau kasih pinjam mainan ke Adik. Nanti mainanku rusak.”

“Tuh, kan, Kakak yang pelit. Main bareng Adik dong, Kak. Adik masih kecil, Kakak harus banyak ngalah sama adik.”

“Kenapa sih, Adik selalu dimenangin sama Mama? Mama Cuma sayang sama Adik!” teriak Hawa berlari meninggalkan Mama.

Mama hanya menggelengkan kepalanya. Bukan kali ini saja Hawa dan Kamil berebut mainan. Padahal usia mereka terpaut enam tahun. Tapi masih saja Hawa enggan untuk berbagi mainan dengan adiknya. Akhirnya dengan berbagai cara Kamil akan mengambil paksa mainan milik kakaknya. Terkadang dengan menggigit kakaknya seperti tadi.

“Kamil!” panggil Mama sambil membuka pintu kamar. Dilihatnya Kamil sedang menjadi dokter-dokteran yang sedang memeriksa boneka beruangnya.

“Mama, sini, main sama aku!” ajak Kamil.

Mama pun duduk di dekat Kamil.

“Mana Hawa?” tanya Kamil polos.

“Kakak Hawa nangis karena digigit Adik tadi,” jelas Mama.

“Oo ....” Kamil kembali asyik memeriksa boneka beruangnya.

Mama mengelus kepala Kamil lalu menciumnya. “Nanti ajak Kak Hawa main bareng ya.”

Kamil menjawabnya dengan anggukan kepala.

 

***

“Mama, tenggorokanku sakit,” kata Hawa dengan suara serak dan lemah.

Mama segera mendekat. Dipegangnya dahi Hawa, panas sekali.

“Kakak nggak usah sekolah dulu ya,” kata Mama. Hawa hanya mengangguk.

“Hawa sakit?” tanya Kamil kepada Hawa.

Hawa tidak menjawabnya. Dia masih kesal dengan Kamil yang selalu ingin menang sendiri.

“Hawa minum obat ya,” Kamil masih saja duduk di samping Hawa. Hawa masih diam tidak menanggapi ucapan Kamil.

“Adik temani Kakak dulu, ya. Mama mau bikin bubur dulu buat Kakak,” kata Mama. Kamil mengangguk.

“Hawa, aku di sini ya,” Kamil ikut tiduran di samping Hawa. Dia tidak peduli meskipun setiap ucapannya tidak dijawab oleh kakaknya.

Sepanjang hari Hawa hanya berbaring di kasur. Mama dan Kamil juga menemaninya di kasur. Bahkan Kamil nggak mau jauh dari Hawa.

“Hawa, nih, bonekanya!” kata Kamil sambil mengulurkan boneka beruangnya.

Hawa hanya terdiam.

“Ini, Hawa bonekanya. Hawa juga boleh pinjem mainanku,” Kamil terus saja mengajak Hawa bercakap-cakap.

“Aku ambil mobilan dulu ya.” Kamil bergegas turun dari kasur Hawa dan berlari ke ruang tengah untuk mengambil mobil-mobilannya yang banyak sekali. Mama hanya melirik perbuatan Kamil yang berusaha menemani kakaknya yang sedang sakit.

“Ini, Hawa, kamu pinjem poli aku,” kata Kamil menyodorkan mainan poli.

“Ini, Hawa, ambil!” kata Kamil lagi ketika melihat kakaknya tidak juga mengambil mainan yang dia berikan.

“Aku roy, Hawa poli ya,” lanjut Kamil.

Lalu, Kamil pun mulai sibuk menata mobil mainnya di kamar Hawa. Mobil itu disusun berbaris mulai dari yang terkecil hingga terbesar. Hawa hanya melihat adiknya dari atas pembaringan.

“Lihat, adik sayang kamu, kan? Dari tadi dia nggak mau ninggalin kamu yang sedang sakit. Maunya dekat sama Kakak,” ucap Mama mengelus keapala Hawa.

Hawa tidak menjawab. Dia memandang Mama, membenarkan perkataan Mama. Dari tadi Kamil memang berada di kamarnya. Bahkan Kamil sering sekali memegang dahinya lalu bilang kepadanya agar cepet sehat lagi meskipun dengan suara cadelnya.

“Mama sayang kalian semua. Mama ingin Kakak dan Adik selalu rukun, bermain bareng, nggak usah rebutan mainan. Kalau Adik pinjam, Kakak harus kasih. Pernah Adik nggak kasih kalau Kakak pinjam mainannya?” tanya Mama.

Hawa menggeleng. “Adik selalu kasih pinjem Kakak.”

“Mulai besok, main bareng Adiknya yang akur, ya,” kata Mama mencium kenig Hawa.

Hawa mengangguk. Dia berjanji dalam hatinya akan berbagi mainan dengan adiknya. Dia nggak akan pelit lagi dengan Kamil.

 

*** 

Share:

0 komentar