Seni Menegur Anak
Pernahkah kita sebagai orangtua menegur anak? jawabannya tentu saja pernah ya. Nggak mungkin dong, kita sebagai orangtua apalagi dengan label sebagai emak nggak pernah negur anak.
Lalu, bolehkah menegur anak? Seperti apakah cara menegur anak itu? Apakah ada aturan baku bagi orangtua dalam menegur anak?
Menegur anak haruslah disentuh, bukan disinggung. Tahu kan ya, bedanya disentuh dengan disinggung? Kalau disentuh mah, pasti megangnya juga pelan, lembut, halus, beda dengan disinggung. Ibarat sebuah guci jika disentuh guci tersebut tidak akan pecah. Lain halnya jika guci tersebut disinggung, apalagi dengan singgungan yang keras, guci tersebut akan terjatuh dan ... prang! Pecah!
Nah, di sinilah sebagai orangtua kita memerlukan seni, memerlukan keindahan dalam menegur anak. tidak hanya asal negur, tapi dilakukan dengan hati dan keindahan.
Bagaimana Seni Menegur Anak itu?
1. Memberikan Informasi Ke Anak Sebelum Menegur
Menegur anak sudah pasti dibolehkan bahkan dianjurkan, apalagi jika anak telah melakukan kesalahan, maka sebagai orang tua kita wajib menegur anak. Namun, sebelum menegur kesalahan anak, sudahkah anak paham tentang hal-hal yang kita katakan sebagai kesalahan tersebut? Sebagai contohnya begini: Suatu hari kita melihat si anak membuang bekas bungkus makanannya di sembarang tempat. Lantas kita menegurnya, karena anak berbuat hal yang kita anggap salah.
Eits, tunggu dulu! Sebelumnya apakah si anak sudah tahu kalau perbuatannya membuang sampah sembarangan adalah perbuatan yang salah? Jangan-jangan kita belum pernah mengomunikasikan hal tersebut ke anak, lalu tiba-tiba ketika anak berbuat salah kita main tegur saja. Bisa jadi anak membuang bekas jajannya sembarangan karena memang belum ada kesepakatan sebelumnya, bahwa membuang bungkus bekas jajannya itu ya di tempat sampah. (Jadi mikir ya, selama ini apa saja ya yang sudah dibuat kesepakatan dan layak kita tegur jika ada yang tidak tepat?)
Jadi, sebelum kita menegur kesalahan anak, mari kita komunikasikan dulu kepada anak disiplin apa saja yang ingin kita terapkan di rumah. Apakah kewajiban melipat selimut setelah bangun tidur, jam pulang malam bgai anak, meletakkan barang yang telah dipakai kembali ke tempatnya atau hal lainnya yang memang kita inginkan si anak menjadi disiplin.
2. Tegur Perilakunya, Bukan Pelaku
Perilaku dengan pelaku tentunya berbeda ya. Kalau Perilaku itu mengarah kepada perbuatannya, tapi pelaku lebih mengacu kepada orang yang melakukan.
Nah, saat menegur anak, tegurlah perilakunya, bukan si anaknya. Karena pada dasarnya semua anak itu baik sampai kapanpun, yang tidak baik hanya perilakunya. Jadi, hargai dan selalu puji anak.
Contohnya, si anak suatu hari ketahuan tidak mengerjakan PR. Kita lalu mengatakan kepada anak, “Kamu kok malas banget sih, Kak, PR nggak dikerjain?” (Emak kan biasanya kalau negur kalimatnyae panjang ya? Heheh ... saya ini mah!)
Secara nggak langsung kita sudah menegur pelaku, yaitu si anak tersebut. Dan ini bisa menghancurkan pelaku. Bisa jadi baru sekali loh si anak lupa mengerjakan PR, tapi kita sudah menyebut anak dengan ‘malas’.
Dududu ... pasti si anak akan sakit hati ya? Kita yang sudah setua ini kalau dibilang jelek marah kan ya?
Tapi lain jika kita mengatakan, “Nak, ibu tahu loh, kamu itu anak yang rajin. Kalau kamu tidak mengerjakan PR, apa kamu sedang capek ya, atau lupa kalau ada PR?”
3. 5 Tips Menghadapi Perilaku Remaja Agar Tidak Konsumtif
3. Tidak Memberi Label Negatif pada Anak
Label akan membentuk citra diri pada anak. Ingat, akhlak anak adalah akhlak orangtuanya. Anak yang sudah mendapatkan label negatif dari rumah, akan sulit mengubah label tersebut, meskipun di sekolah sudah diberi label positif oleh gurunya. Karena label dari orangtua akan lebih kuat dibandingkan label dari guru.
Jadi, mari kita ubah label negatif pada anak menjadi label positif agar citra diri anak terbentuk dengan baik.
4. Gunakan Teguran 1 Menit
Nah, pada bagian inti dari seni menegur anak nih. Menegur anak itu ada waktunya ya, jangan lama-lama bentar aja negurnya. Sebab kelamaan negur sudah pasti kita juga akan capek sendiri. Bahkan bisa malu sama anak kalau negurnya lama-lama. so, menegur anak harus dibatasi!
Gunakanlah teguran satu menit dengan teknik sebagai berikut:
½ menit pertama tegurlah perilakunya yang keliru. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan perasaan bersalah pada anak.
½ menit kedua, pujilah perilaku anak sebagai perilaku yang baik. Hal ini bertujuan untuj menghargai pribadi anak dengan citra diri yang positif.
Emang cukup negur anak hanya 1 menit?
Contoh nih ya:
Suatu hari si anak pulang sekolah tidak tepat waktu tanpa memberi kabar kepada orangtua. Kita pasti khawatir ya, takut si anak kenapa-kenapa atau terjadi hal yang nggak kita inginkan.
Nah, saat anak pulang biasanya kita marah kan karena rasa khawatir berlebihan tadi. Tarik napas dahulu sebelum memutuskan untuk menegur. Beristighfar berkali-kali agar kalimat yang keluar hanya pas di ½ menit pertama. Di ½ menit pertama ini pula tetap jaga kontak mata dengan anak, agar kita tahu rekasi yang ditampilkan oleh anak.
“Nak, Mama marah kamu pulang terlambat.”
Kalimat di atas cukup kan ½ menit pertama?
Setelah mengucapkan kalimat di atas, ambil napas, berikan jeda untuk ½ menit kedua. Bisa untuk istighfar lagi.
“Sebab, biasanya kamu selalu bilang Mama kalau akan pulang terlambat.”
Selesai ½ menit kedua. Gantian berikan waktu bagi anak untuk berbicara, mengatakan sebab keterlambatannya pulang.
(Bagian ini juga masih harus banyak belajar, hiks ... hiks ...)
5. Memaksimalkan Perhatian Positif dengan Memberikan Pujian yang Spesifik
Terkadang, secara nggak sadar kita memuji anak dengan cara yang salah. Ah, masa iya sih?
Ketika anak sudah tidak lagi buang sampah sembarangan, saat anak sudah disiplin melipat selimut setelah bangun tidur, eh kita memujinya dengan kalimat begini, “Nah, gitu dong!”
Oh, ternyata itu adalah pujian yang nyebelin banget!
Sebaiknya kita memuji anak itu dengan kalimat pujian yang spesifik, apanya yang kita puji. Jadi anak juga akan merasa bangga telah melakukan perbuatan yang jelas dipuji dan membuat orangtua bangga.
Jika kita sudah melakukan seni dalam menegur anak, tetaplah memberikan perhatian positif dengan maksimal. Jangan lantas lupa memberikan perhatian positif tapi hanya fokus kepada hal-hal negatif anak.
Menjadi orangtua adalah belajar sepanjang hayat, agar kita tetap menjadi orangtua yang dibanggakan oleh anak, orangtua yang bijaksana, dan mampu menyiapkan mereka kelak menjadi orangtua idaman. Mari terus belajar untuk menjadi orangtua yang benar!
NB: Isi blog ini didapatkan dari mendengarkan kajian Aisah Dahlan secara online.
3. Tidak Memberi Label Negatif pada Anak
Label akan membentuk citra diri pada anak. Ingat, akhlak anak adalah akhlak orangtuanya. Anak yang sudah mendapatkan label negatif dari rumah, akan sulit mengubah label tersebut, meskipun di sekolah sudah diberi label positif oleh gurunya. Karena label dari orangtua akan lebih kuat dibandingkan label dari guru.
Jadi, mari kita ubah label negatif pada anak menjadi label positif agar citra diri anak terbentuk dengan baik.
4. Gunakan Teguran 1 Menit
Nah, pada bagian inti dari seni menegur anak nih. Menegur anak itu ada waktunya ya, jangan lama-lama bentar aja negurnya. Sebab kelamaan negur sudah pasti kita juga akan capek sendiri. Bahkan bisa malu sama anak kalau negurnya lama-lama. so, menegur anak harus dibatasi!
Gunakanlah teguran satu menit dengan teknik sebagai berikut:
½ menit pertama tegurlah perilakunya yang keliru. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan perasaan bersalah pada anak.
½ menit kedua, pujilah perilaku anak sebagai perilaku yang baik. Hal ini bertujuan untuj menghargai pribadi anak dengan citra diri yang positif.
Emang cukup negur anak hanya 1 menit?
Contoh nih ya:
Suatu hari si anak pulang sekolah tidak tepat waktu tanpa memberi kabar kepada orangtua. Kita pasti khawatir ya, takut si anak kenapa-kenapa atau terjadi hal yang nggak kita inginkan.
Nah, saat anak pulang biasanya kita marah kan karena rasa khawatir berlebihan tadi. Tarik napas dahulu sebelum memutuskan untuk menegur. Beristighfar berkali-kali agar kalimat yang keluar hanya pas di ½ menit pertama. Di ½ menit pertama ini pula tetap jaga kontak mata dengan anak, agar kita tahu rekasi yang ditampilkan oleh anak.
“Nak, Mama marah kamu pulang terlambat.”
Kalimat di atas cukup kan ½ menit pertama?
Setelah mengucapkan kalimat di atas, ambil napas, berikan jeda untuk ½ menit kedua. Bisa untuk istighfar lagi.
“Sebab, biasanya kamu selalu bilang Mama kalau akan pulang terlambat.”
Selesai ½ menit kedua. Gantian berikan waktu bagi anak untuk berbicara, mengatakan sebab keterlambatannya pulang.
(Bagian ini juga masih harus banyak belajar, hiks ... hiks ...)
5. Memaksimalkan Perhatian Positif dengan Memberikan Pujian yang Spesifik
Terkadang, secara nggak sadar kita memuji anak dengan cara yang salah. Ah, masa iya sih?
Ketika anak sudah tidak lagi buang sampah sembarangan, saat anak sudah disiplin melipat selimut setelah bangun tidur, eh kita memujinya dengan kalimat begini, “Nah, gitu dong!”
Oh, ternyata itu adalah pujian yang nyebelin banget!
Sebaiknya kita memuji anak itu dengan kalimat pujian yang spesifik, apanya yang kita puji. Jadi anak juga akan merasa bangga telah melakukan perbuatan yang jelas dipuji dan membuat orangtua bangga.
Jika kita sudah melakukan seni dalam menegur anak, tetaplah memberikan perhatian positif dengan maksimal. Jangan lantas lupa memberikan perhatian positif tapi hanya fokus kepada hal-hal negatif anak.
Menjadi orangtua adalah belajar sepanjang hayat, agar kita tetap menjadi orangtua yang dibanggakan oleh anak, orangtua yang bijaksana, dan mampu menyiapkan mereka kelak menjadi orangtua idaman. Mari terus belajar untuk menjadi orangtua yang benar!
NB: Isi blog ini didapatkan dari mendengarkan kajian Aisah Dahlan secara online.
Tags:
Parenting
32 komentar
Bermanfaat sekali artikel ini untuk mengingatkan saya yg kadang masih suka menegur anak dengan ngomel tdk jelas.
ReplyDeleteBismillah besok besok akan dicoba untuk menegur terutama tanpa memberi label negatif dan dengan penjelasan.
Sama mbak, saya pun begitu
DeleteSaya suka gemas sama orang tua yang marahin anaknya pake ngebentak, apalagi sama yang sampe memukul. Sebab ada contoh nyata, anak yang semasa kecilnya dikasarin oleh orang tuanya, ketika dewasa si anak kurang respect kepada orang tua.
ReplyDeleteSebagai yang melihat ikut miris juga. Sewaktu si anak kecil, sangat kasihan. Begitu si anak dewasa, kasihan sama orang tuanya.
Betul banget, perlakuan di masa kecil yang kurang baik membekas hingga dewasa
DeleteAku termasuk tipe orangtua yang sangat mudah mengapresiasi anak sekecil apapun dia melakukan pekerjaan baik, mulai dari mengerjakan tugas, membereskan kamar, sampai makan dan minum dan kebiasaan beribadah.
ReplyDeleteTapi sayangnya, aku juga tergolong orangtua yang mudah mendelik saat anak melakukan hal-hal yang aku nggak suka, misalnya ribut mengajak bicara saat aku tengah bicara dengan orang lain. Ini sering terjadi.
Tapi kemudian kusadari kalau urusan ini, aku kok rasanya belum pernah ya benar-benar mengajak mereka bicara dari hati ke hati, bagaimana seharusnya mereka bertindak kalau orangtuanya sedang bicara dengan orang lain.
Huhuhu ... Masih banyak nih PR untuk terus belajar menjadi orangtua.
Bener mbak, masih banyak PR kita sebagai ortu
DeleteTerima kasih artikel ini mengingatkan kembali agar aku tetap berada dalam rel. Meski kadang kalau lagi badmood, anak kena juga, huhuu...
ReplyDeleteBetul mbak, saya juga belajar lagi
DeleteSaya hampir tidak pernah menegur anak, krn anaknya sudah paham klo bikin masalah dia akan alapor lengkap. Saya tinggal ngasih tau mana yg boleh & ngga dilakukan mereka.
ReplyDeleteKeren, bagi tips dong bun, bisa begitu gimana awalnya
DeleteSebagai orang yang banyak bicara alias cerewet, menegur anak kadang kepanjangan. Jadi harus lebih banyak belajar lagi ini mah, menggunakan waktu 1/2 menit dan 1/2 menit berikutnya.
ReplyDeleteWah aku kadang masih suka bilang "Na gitu dong.." tapi pake embel-embel "anak mami paling cakep!" Hihhihihi abis itu dipeluk-peluk. Kalo yg gede uda gak mau dipeluk. Udah Abg soalnya
ReplyDeleteAh, beruntungnya Yuni punya adik bungsu yang masih kecil. Jadi bisa sekalian belajar jadi ibu. Biasanya kalau adik bungsu yuni ada melakukan kesalahan, Yuni kasih info dulu kalau kelakuannya itu salah. Biasanya doi akan langsung minta maaf dan kalau terkait sampah, dia akan langsung ambil sampahnya dan membuangnya di tempat yang benar. Jadi menyenangkan berinteraksi dengan dia. Hehehe
ReplyDeleteNah ini, aku mesti nyerocos, hihihi. emang masalah tegur-menegur ini gak gampang kok. Kudu sadar betul. Kalau pas ibunya lagi gak selow biasane trus nyerocos itu tadi.
ReplyDeleteMemang PR banget nih. Sebagai orangtua haruslah terus belajar. Seringkali bukan anak yang belajar dari orangtua tapi kita sebagai orangtualah yang banyak belajar dari mereka. Masya Allah Patut dicoba dan diterapkan setiap hari nih
ReplyDeleteMenjadi orangtua adalah belajar sepanjang hayat..setuju sekali Mbak Lisa. Dan meski sudah 15 tahun jadi orang tua masih banyak kurangnya saya huhuhu. Senang baca reminder begini. Makasih mbak.
ReplyDeleteBelajar jadi orang tua itu memerlukan waktu sepanjang hayat. Meski anak-anak saya sudah besar, tapi tetap harus belajar untuk jadi orang tua yang bijaksana dan dibanggakan oleh anak.
ReplyDeleteKarena semakin besar, masalah anak malah semakin kompleks
Ketampar di point menegur satu menit. Secara emaknya biasanya ngomel bermenit-menit tanpa ngasih kesempatan anak buat ngomong. Duh, semoga ke depan kita bisa menjadi lebih baik.
ReplyDeleteMba Lisa, aku sepakat banget sebelum negur anak mreka kudu tahu dlu mana yang boleh mana yang tidak boleh, mana yg gpp, dan mana yang salah. Kalo langsung ngomel bikin harga diri anak jatuh. Menegur ternyata juga ada seninya ya :)
ReplyDeleteReminder banget nih seni menegur anak. Kadang malah bingung krn anak udh dewasa. Mulai dari mana negurnya...mikirnya lama...hehe...
ReplyDeleteBermanfaat banget, makasih banyak ilmunya mbak. Semoga bisa istiqomah praktekin ke anak, meski kadang rasa lelah dan emosi sering kali melanda.
ReplyDeleteSeni menegur anak. Memang kudu ada trik dan cara yg halus ya mba biar anak ngerti klu tengah diluruskan apa yg dilakukannya. Mksh mba...infonya keren
ReplyDeleteNegur anak emang lumayan tricky ya, Mba. Ga bisa sembarangan apalagi anak sekarang termasuk kritis. Mereka nanti bisa kebingungan kalau tiba-tiba kita marah tanpa kasih alasan. Kasihan jadinya nanti
ReplyDeleteBetul mbak, perlu komunikasikan dulu kepada anak disiplin apa saja yang ingin kita terapkan di rumah.karena kalau tidak malah anak-anak jadi susah bedakan mana aturan yang harus dipatuhu mana yang bukan. Jika itu ditulis dan ditempel di tempat yg semua anggota keluarga mudah membaca bisa lebih enak untuk ingatkan aturan yg berlaku
ReplyDeleteAnak juga manusia yang punya perasaan dan harga diri ya, Mbak... Sudah seharusnya orang dewasa menegur ya dengan santun. Apalagi kalau memori masa kecil itu akan selalu diingat sampai dewasa kelak. Harus hati-hati ketika berucap...
ReplyDeleteHal-hal yang ngga kepikiran sebelumnya akhirnya kepikiran juga dari artikel ini, terimakasih ya kak sudah berbagi tips:)
ReplyDeleteMostly sudah saya lakukan untuk mendidik anak (pas lagi waras), kecuali bagian yang 1/2 menit ini. Sepertinya bisa dicoba.
ReplyDeleteBayangan saya sih, walaupun eksekusinya 1/2 menit, sepertinya persiapannya perlu lebih dari 1/2 menit karena perlu 'meluruskan' pikiran dan hati dulu.
Aku share ya mbak.
Wahh ulasannya sangat jelas dan bagus sekali, makasih yaa sangat bermanfaat sekali
ReplyDeleteKeren postingannya! Terimakasih ya kak sudah berbagi :)
ReplyDeleteartikel yang bagus karena untuk membangun karakter seorang anak yang baik dan juga anak mempunyai perasaan yang lebih peka...
ReplyDeletePostingannya sangat menginspirasi dan bermanfaat sekali.. Terimakasih yaa kak..
ReplyDeleteSaya baru belajar 'memarahi' anak dengan cara yg baik dan benar, semoga bisa saya praktekan, hehe..
ReplyDelete