Hanya Ada Plan A
Ujian Sekolah tingkat SD sudah selesai, tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Orang tua yang memiliki anak kelas enam SD pasti akan merasa cemas, takut tidak lulus, ataupun takut tidak bisa melanjutkan ke SMP Negeri yang diinginkan. Wajar, persaingan masuk ke SMP Negeri cukup susah. Terbatasnya jumlah SMPN di tiap wilayah membuat para orang tua harus memikirkan langkah selanjutnya jika tidak diterima di sekolah negeri. Bagi orang tua dengan penghasilan lebih, pasti bukan hal yang memusingkan. Pilihan sekolah swasta yang bagus dan berkualitas - menurut mereka- akan menjadi pilihan pertama. Tanpa melirik sekolah negeri.
Tapi bagi yang berkantong sedang-sedang saja, seperti saya, menyekolahkan anak ke sekolah negeri menjadi pilihan pertama. Selain urusan kantong, saya memilih sekolah negeri dengan alasan lingkungan sosial. Jika bersekolah di swasta, otomatis anak yang bersekolah di sana berlatar orang tua dengan ekonomi menengah ke atas. Berbeda dengan di negeri, ekonomi orang tua lebih banyak ekonomi ke bawah. Berharap anak saya tidak selalu melihat temannya yang memiliki ekonomi di atasnya.
Melihat tetangga yang anaknya kelas enam dan puyeng memikirkan sekolah negeri, saya hanya meyakinkan. Kenapa saya bilang begitu? Yang saya amati, ciee, belajar jadi pengamat yaa...bukan ding! Saya melihat tetangga saya ini kebingungan, takut tidak diterima di sekolah negeri. Jadi setiap bertemu hanya mengeluh bagaimana jika gagal. Otomatis saya yakin juga, anaknya menjadi ikut tidak yakin diterima.
Melihat hal tersebut, saya jadi ingat. Dua tahun yang lalu saya mengalami hal yang sama. Si Kakak kelas enam dan akan melanjutkan SMP negeri. Pilihannya juga SMPN 1. Tidak ingin yang kedua atau yang ketiga. Saya juga tidak meragukan pilihan anak saya. Dalam hati saya mengaminkan dan meyakinkan bahwa anak saya akan diterima. Kenapa saya begitu yakin?
Hal yang membuat saya yakin adalah saya tidak pernah menyiapkan plan B. Pilihan saya tetap pada plan A. Kemudian fokus terhadap pilihan tersebut. Memantapkan keyakinan, sehingga tidak terpecah apa yang akan saya siapkan.
Jika saya menyiapkan plan B, saya khawatir kalau saya tidak akan fokus untuk mencapai tujuan plan A. Maka saya yakinkan si Kakak untuk menggiatkan usaha, memantapkan doa agar jalan menuju plan A akan dimudahkan oleh Sang Pengatur Segalanya.
#OneDayOnePost
#edisicepatpostingkarena mepet
Tags:
Artikel
6 komentar
Optimis..
ReplyDeleteSaya masih harus belajar tentang itu mbak..
Jangan pernah merencanakan kegagalan. Satu plan okeey
ReplyDeleteKlo dibatam yg negeri bisa dibilang kurang bagus mb Lisa. JD nggak ada keinginan anak nyekolahin Di negeri
ReplyDeleteHihi..prioritas selalu memunculkan banyak pertimbangan..he.
ReplyDeleteNgga semua sekolah negeri kondusif juga sih bund lingkungan sosialnya #setau saya
Yap, betul juga de. Tapi setidaknya ekonomi ortunya tidak banyak yg high class, tp jika di swasta, sudah pasti ekonomi ortu menengah ke atas semua, pertimbangan tetap kembali ke kantongku, hehehe
ReplyDeleteYap, betul juga de. Tapi setidaknya ekonomi ortunya tidak banyak yg high class, tp jika di swasta, sudah pasti ekonomi ortu menengah ke atas semua, pertimbangan tetap kembali ke kantongku, hehehe
ReplyDelete