Mereka Tetap Anak-anak
"Bu, hari ini nggak usah belajar ya. Mas capek. Bantuin Mas ngerjain soal Kumon saja ya?" pinta Akbar kepadaku. Seperti biasa hari ini adalah jadwalku datang ke rumahnya. Setiap hari pukul 19.00. Membantunya belajar. Meskipun aku tahu, Akbar yang baru kelas 3 SD adalah anak yang cukup mampu menerima pelajaran. Nilainya sudah di atas rata-rata. Tapi menurut orang tuanya, Akbar masih perlu dibantu belajarnya.
Aku tersenyum sebelum menjawab.
"Memang PR Kumon Mas banyak?"
"Banyak banget, Bu. Mas udah bisa semua pelajaran hari ini." jawab Akbar sambil menepuk dada.
Aku tertawa kecil. Badannya yang sedikit lebih gemuk dibandingkan anak seumurannya, membuatku membayangkan seperti artis Boboho.
"Mas habis ngapain capek hari ini?" akhirnya kubuka percakapan ringan dengan murid lesku satu ini. Tubuhnya sudah direbahkan di atas kasur empuknya. AC ia nyalakan. Di tangannya tergenggam buku Kumon. Aku duduk di pinggir kasur. Menatap wajahnya.
"Mas tuh hari ini les banyaaaak banget, Bu. Pulang sekolah berangkat Kumon. Selesai Kumon les bahasa Inggris. Capek," Ceritanya kepadaku. Aku hanya manggut-manggut.
Wow, sekecil ini ia sudah diminta les ini itu sesuai keinginan orang tuanya. Bukan keinginan anak. Karena Akbar pernah mengeluhkan hal ini. Ia tak suka les sana les sini. Akbar ingin main bersama teman-teman. Itu keluhannya. Sayangnya hal itu tak disadari oleh orang tua. Mereka menganggap anak adalah orang dewasa dalam bentuk mini. Bisa melakukan banyak hal sesuai keinginan orang tua.
Kebanyakan murid les saya dianggap seperti itu oleh orang tuanya, manusia dewasa dalam bentuk mini. Harus ikut bermacam les. Belum tentu les yang diikutkan, sesuai dengan keinginannya. Bakat yang sudah ada, terkadang harus terkubur bersama tumpukan kegiatan les di sana sini yang sama sekali tak mendukung minat bakatnya. Dan saya hanya bisa prihatin.
Berharap orang tua menyadari anaknya adalah anak-anak, bukan manusia dewasa. Meskipun saya tak pernah bisa berbuat banyak. Saya hanya bisa memberikan masukan untuk orang tua. Selebihnya saya tetap kembalikan semua keputusan kepada orang tua. Semoga kita selalu belajar untuk menjadi orang tua yang benar, karena tak pernah ada sekolah untuk menjadi orang tua.
#OneDayOnePost
#akukangenmuridmuridleskuyangsetahunkutinggalkan
Tags:
Cerpen
5 komentar
Sungguh kasihan Mbak anak2 seperti ini ya..moga orangtuanya sadar
ReplyDeleteSemoga kita bukan termasuk di dalamnya yah mbak... aamiin..
ReplyDeleteaamiin
ReplyDeleteaamiin
ReplyDeleteJleb!
ReplyDeleteAku bangettt iku Lis.