Titibah dan Bu Delly

Foto Delly Supardi.
gallery fb bu delly




 “Titibah ...! Tolongin Dede ... !” teriaknya sambil tangan kanannya melambai meminta tolong. Kupeluk tubuh kecilnya, meskipun suaranya terdengar memekakkan telingaku. Ya, dia menangis dalam pelukanku, dalam paksaanku yang tidak mengijinkannya untuk menginap di rumah seseorang.


Entahlah, gadis kecilku yang baru berusia tiga tahun, belum genap empat tahun begitu nempel seperti perangko dengan beliau. Setiap bertemu pasti langsung minta gendong, menggelayut manja di pelukannnya. Tidak seperti dengan abinya.

“Kita pulang ya, De,” kataku menghibur, kubisikkan di telinganya.

“Nggak mau! Dede mau sama Titibah!” Masih berkeras ingin menginap di rumahnya. Bukan apa- apa, aku hanya takut merepotkannya. Maklum, sudah seharian dari pagi anakku bersamanya, bermain di rumahnya. Terus terang aku kangen setelah dari pagi ia tak bermain bersamaku.

Air matanya masih deras mengalir di pipinya. Rambut poni potongan ala Dora The Explorer nya basah oleh keringat karena tubuhnya berontak terhadap pelukanku. Tak sadar mataku basah, menahan sedih. Bukan kebiasaannya dia menangis begitu memilukan hati. Kulihat sosok yang dipanggil  Titibah di seberang juga menahan sedih. Tapi aku rindu padanya, pada wangi minyak telon yang masih kubalurkan usai mandi. Rindu pada celoteh ramainya yang tak pernah berhenti dari mulutnya, meski belum semua kosa kata mampu ia ucap dengan benar.

Tadi pagi Titibah mengambilnya dari tempat tinggalkku, diajaknya Bila main ke tempatnya. Tentu saja aku ijinkan, karena beliau bersama istrinya. Anakku Bila bahkan dengan senang hati pasti akan ikut, tanwa ditawari pula. Entahlah, apa yang membuatnya begitu nempel dengan Titibah. Bagaimana dengan istrinya?

Tak usah ditanya, sebelas dua belas dengan Titibah. Bu Delly istrinya juga sangat dekat dengan Bila anakku. Ke mana pun mereka pergi, Bila akan selalu mengekor. Dan malam ini setelah ia bermain puas di rumah Titibah, aku terpaksa mengambilnya. Hingga kejadian sedih ini harus terjadi.

***

Nama sebenarnya bukan Titibah seperti yang dipanggil anakku. Namun, anakku memanggilnya dengan nama kesayangan versi lidahnya. Alhamdulillah, beliau tak pernah protes ketika panggilan itu terucap dari bibirnya. Nama aslinya adalah Misbachul Munir, seorang yang begitu dekat dengan Bila, anakku. Bahkan dengan calon istrinya waktu itu, Bila juga sangat akrab. Setiap bertemu, pasti Bila akan ada dalam gendongannya. Bahkan setiap ada acara di sekolah, baik itu kemah atau mabit, Bila selalu ada bersamaku, dan akhirnya menghabiskan waktu bersama beliau.

Aku mengenalnya di SDIT As-Salaam, sebagai salah satu pengajar di sana. Sosoknya yang memanng kharismatik mampu menawan hati anak-anak. Keramahannya seolah menyihir setiap anak agar bisa dekat. Tak terkecuali dengan anakku.

Pertama mengenalnnya, beliau belum menikah. Sering dibawa berkeliling naik motor merahnya. Membelikan anakku berbagai makanan. Di acara sekolah yang mengijinkan untuk membawa serta anakku, aku selalu mengajaknya. Bila kecil mengenal As-Salaam dan besar di sana. Tumbuh bersama orang-orang hebat dan penuh kasih.

Sekarang, jika aku mengingatkan Bila tentang kenangannya bersama Titibah dan Bu Delly, wajahnya hanya akan tersipu menahan malu. Seolah tak percaya kalau dulu begitu manja bergelayut kepada Titibah dan Bu Delly.

Oh, ya, sekarang juga memanggilnya bukan lagi dengan panggilan kesayangan masa kecil. Sudah mau memanggil dengan nama yang benar.

Terima kasih Pak Misbah, Bu Delly, aku dan Bila begitu menyayangi kalian. Banyak hal yang begitu indah terlewat bersama kalian. Semoga kita selalu terikat dalam persaudaraan.

Selamat Hari Lahir Bu Delly, semoga di usia 35 tahun membawa keberkahan untuk semuanya. Berkah dalam usia dan semua aspek. Untaian doa dariku dan Bila mewakili kerinduan kami.

Share:

1 komentar