Ibu, Sosok yang Selalu Dirindu
Kisah tentang
ibu tiri, rasanya tak pernah terdengar manis di telinga. Ada saja cerita
bagaimana seorang ibu tiri memperlakukan anak tirinya dengan perbedaan sikap yang
jauh dari baik dibandingkan dengan anak kandungnya sendiri. Padahal kasih
sayang seorang ibu tetap dibutuhkan oleh seorang anak.
Judul
Novel: Cinta di Ujung Sajadah
Penulis:
Asma Nadia
ISBN:
978-602-9055-34-4
Ketebalan:
328 halaman
Dimensi
Buku; 13 x 20 cm
Tahun
Terbit: Cetakan pertama, Februari 2015
Cetakan
ketujuh, Juli 2017
Inilah sebuah
kisah yang cukup mengaduk perasaan pembaca. Tentang kerinduan anak untuk
mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu, yang belum pernah dia tahu bagaimana
wajah dan rupa. Yang dia tahu hanya kasih sayang seorang pembantu dan ayah,
yang nyaris tak pernah menunjukkan kasih sayangnya secara sempurna.
Novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia ini menggambarkan kisah seorang anak yang mencari ibu kandungnya
cukup mengharu biru perasaan. Dengan tokoh utama bernama Cinta. Cinta besar
dalam keluarga yang tidak mendukungnya. Hanya memiliki seorang Papa dan
pembantu setia, bernama Mbok Nah. Sejak kecil Cinta sudah tidak tahu siapa
ibunya, bagaimana wajah ibu kandungnya, dan di mana dia sekarang. Papanya tidak
memberikan jawaban ketika Cinta kecil bertanya tentang alasan ibunya tidak ada.
Dua saudara
tiri Cinta yang bernama Anggun dan Cantik, lebih sering membuat ulah agar Cinta
semakin terlihat jelek di mata papanya. Setiap kali dua saudara tiri Cinta
bertingkah, maka Mbok Nah yang siap menjadi pelindung Cinta. Mbok Nah dengan
kasih sayangnya yang lembut begitu mencintai majikannya. Ada rahasia besar
yanng Mbok Nah simpan tentang ibu kandung Cinta. Namun, Mbok Nah menunggu waktu
yang tepat untuk memberitahukan kepada Cinta.
Hingga waktu
itu tiba, tepat ketika usia Cinta 17 tahun. Di sinilah perjalanan awal mengharu
biru perasaan pembaca. Bagaimana penulis menggambarkan perjuangan seorang anak
yang ingin mencari ibunya bersama sahabat-sahabatnya. Ibu yang diketahui dari
berbagai alamat dan orang yang ditemui, sempat membuat Cinta beranggapan bahwa
ibunya adalah seorang pelacur. Ketika akhir dari sebuah pencarian, Cinta hanya
mendapatkan makam ibunya.
Novel ini juga
dibumbui cinta remaja yang malu-malu. Tersembunyi tapi jelas untuk
dipelihatkan. Hanya saja, penulis pandai sekali membuat kisah cinta remaja
tidak terlihat. Penulis lebih menonjolkan perjalanan anak untuk menemukan ibu
kandungnya.
Menggunakan sudut
pandang orang ketiga dalam menceritakan isinya. Sehingga penulis mudah
berpindah sebagai tokoh siapa saat menggambarkan cerita. Bersetting di Mekkah
pada awal cerita, kemudian menggunakan alur flash black penulis mengajak
pembaca kembali ke masa kecil Cinta dengan setting Bogor. Mengambil setting
Jakarta, Bandung, lalu Yogyakarta ketika penulis menceritakan perjalanan Cinta
mencari ibunya.
Asma Nadia
memang ahli mengemas karakter tokoh dengan kuat, sehingga pembaca lekat sekali
dengan karakter tokoh utama. Sosok yang digambarkan dengan gadis yang nerimo,
mengalah, tak pernah mencari keributan, pandai menutupi perasaan dan emosinya. Bahkan
kebaikan tokoh utama terkadang membuat gemes pembaca, ketika tokoh utama
dibully oleh saudara tirinya. Cinta berhasil menguasai emosinya dengan baik.
Novel ini
ditutup dengan manis, mengajak pembaca kembali ke masa sekarang. Kisah cinta
tokoh utama dengan salah satu laki-laki yang dekat dengan Cinta.
Cinta di Ujung
Sajadah layak dijadikan sebagai salah satu teman untuk menikmati saat santai
bersama secangkir teh hangat di depan teras. Atau hanya sekadar duduk santai
menikmati sore hari.
Tahukah kau,
tempat paling indah bagi cinta bermuara adalah rumah-rumah dengan dinding
terbuka. Tiang-tiang menatap lurus pada langit. Sajadah yang terbuka menerimka
sujudmu dan dzikir-dzikir yang mengalun syahdu pada penguasa keresahan, rindu,
dan ampunan. (hal. 4)
Jika boleh, ia
ingin bertanya kepada Allah, kenapa menjemput ibunya secepat itu/ ia bahkan
belum mampu mengeja kenangan, tapi Ibu sudah pergi. (hal.15)
Wajah Makky
mengingatkan Cinta pada gelandang keren asal Portugal yang kini merumput di
Manchester United dan dalam waktu dekat mungkin digaet klub lain. (hal.53)
(Kepada Ibu)
Dan di sinilah
kutemukan surga, bukan pada indahnya pertemuan Adam Hawa atau riuhnya bahtera Nuh
saat menyapa senja, pun bukan pada sajak-sajak cinta Al-Adawiyah. Tapi pada
lengkung tipis bibirmu saat menyapa kerinduan yang kupunya. (hal.286)
Tags:
Resensi Buku
1 komentar
ibu adalah wanita termulia di muka bumi. I love u, Mom.
ReplyDelete