Pergi Jauh


"Pergilah!" Pelan kuucapkan sebuah kata yang di dalam hati, berusaha kutolak. Hatiku berucap yang sebaliknya. 

Langkahmu tertahan, kembali menatapku seakan aku lah yang akan menghilang. Kutarik sudut bibir agar membentuk sebuah senyuman untuk membuatmu yakin. 

"Tak akan terjadi apa-apa padaku. Percayalah." Janjiku kepadamu. Janji yang aku sendiri merasa tak sanggup memenuhinya. Mungkin kamu lebih tahu hatiku. 

"Aku melukaimu," katamu pelan. 

"Aku pandai merawat luka. Nanti akan sembuh, percayalah. Bukankah kamu dulu mengatakan, di antara kita hanya ada dua cara? Terluka atau melukai." Jelasku dengan suara bergetar.


Kamu tertawa, nada suaramu terdengar sumbang di telingaku. Rambut belah tengahmu menutupi sebagian dahi, dan kamu menyibakkannya. Gerakanmu tetap saja membuatku bergetar. Aku pasti akan merindukan kebiasaanmu yang menyingkirkan anak rambutmu. 

"Dan aku melukaimu," katamu akhirnya. 

"Lukaku akan sembuh, suatu hari nanti. Hanya saja, jangan salahkan diriku jika aku sering menangis. Karena dengan menangis aku bisa membunuh kerinduanku padamu, rindu saat kita bersama."

"Jangan menangis!" Pintamu pelan.

"Aku tak bisa. Bagaimana pun air mataku tetap jatuh melihatmu pergi menjauh dariku. Toh kamu akan tetap memilihnya, kan? Apakah kamu akan mempertahankanku jika aku memohon?" Suaraku sudah tidak jelas terucap, berebut dengan tangis yang juga pecah. 

Kamu hanya diam seperti biasa. Entahlah, apakah hatimu begitu sulit memutuskan. Mengabaikanku ternyata lebih mudah kamu lakukan, dari pada membuatku tersenyum bahagia. 

"Aku mencintaimu, berikan senyummu untuk kujadikan bekal dalam perjalanan yang jauh ini."

Tanganku segera mengusap air mata yang masih mengalir ke pipi. Sebuah senyum dari hati berusaha kuhadiahkan untukmu. 

"Terima kasih," berkata begitu, kamu memelukku. Kucium aroma tembakau dari tubuhmu untuk terakhir kalinya. Aku begitu takut, jika kamu tak akan kembali lagi. Meskipun aku tahu, kamu memang tak akan pernah kembali. 

Inilah aku kini, hanya wanita rapuh yang masih setia membangun mimpi agar bisa berjumpa denganmu. Aku memang pandai merawat luka, tapi aku tak pandai menyembuhkannya. Kesetiaanku untuk tetap mencintaimu, perlahan namun pasti telah membuat luka semakin parah. 

Aku masih mencintaimu.... 

Share:

0 komentar