Maaf


Aku minta maaf." Kucoba memulai percakapan ini dengan kata maaf. Sudah dua menit berlalu sejak telepon diangkat, dia masih membisu. 

Napasnya terdengar berat. "Salahku banyak ya?" Akhirnya bersuara juga. Aku tersenyum meskipun dia tidak melihat. 

"Yap, banyak banget."

"Saking banyaknya, aku disumpah segala."

Aku terdiam, mendadak lidahku kelu tak bisa membalas ucapannya. Malu, merasa makin bersalah, dan bingung membalas sindirannya. 

"Maaf," pelan aku kembali meminta maaf. 

Sepi, sepertinya kami semakin terpisah jarak yang tak bisa dipendekkan. 

"Apakah aku tidak dimaafkan?" Tanyaku. 

Kudengar tawanya, suara khas yang membuatku tak pernah bisa berpindah ke lain hati. 

"Aku sendiri, sudah dimaafkan belum?" Dia balik bertanya tanpa menjawab pertanyaanku. 

"Sudah kumaafkan."

"Sama, aku juga sudah memaafkanmu."

Huf, lega rasanya. Seperti terlepas dari beban berjuta-juta ton. Seketika senyumku mengembang. 

Berbagai cerita lantas meluncur dari bibirku. Banyak hal yang kusimpan untuk kuceritakan kepadamu. Sesekali kamu menimpali dengan memberikan pendapat. Terkadang hanya tawa kamu yang kudengar. Dua jam berlalu tanpa terasa. Kebekuan yang tercipta sudah mencair, menghadirkan kembali rasa hangat untuk lebih mengerti. Aku tak pernah bisa berbohong, rindu ini masih milikmu. 

Share:

0 komentar