Burung Pipit dan Orang-orangan Sawah


Hasil gambar untuk gambar burung pipit
google


Hush...sana! Jauh-jauh dari padiku!

Suara kasar dan keras itu kembali menghalau. Mau tak mau terbang juga menghindar. Padahal perut kecil ini masih merintih. Kalau diperhatikan ia hanya bergoyang-goyang karena ditarik oleh seutas tali. Berdandan ala petani. Memakai caping, dua tangan direntangkan ke samping. Ketika talinya digoyangkan, cukup membuat nyaliku dan kawan-kawanku menciut.

Hinggap dulu sejenak ke sebuah pohon yang tak jauh dari makanan incaranku. Kawan-kawanku yanng lain sudah terlebih dahulu mencari makanan baru. Makanan yang bisa dilahap tanpa ada yanng mengusir. Tapi tidak denganku. Aku hanya suka berada di sini. Selain makanannya terhampar banyak, aku juga ingin berbincang lebih lama dengannya. Satu makhluk yanng berdandan ala petani, yang ditempatkan di paling ujung untuk menghalauku dan kawananku.

Tak lagi kudengar suara kasar dan berat yang tadi mengusirku. Kembali kukepakkan dua sayap mungilku menuju tempatnya. Mendarat tepat di tangan kanannya. Badannya terbungkus kain hitam dan sarung kotak-kotak. Caping bambunya nampak kebesaran di kepala. Namun cukup untuk melindungi kepalanya dari sengatan panas matahari sepanjang siang nanti. Aku melempar senyum kepadanya. Dan dia membalas senyumku.

Hasil gambar untuk gambar bebegig sawah
google

“Hai...!” sapaku.

“Sepagi ini kamu sudah terbang jauh dari kawananmu. Sudah laparkah?”

Aku tertawa. Jawaban iya atas pertanyaannya. “Tapi tadi keburu ketahuan oleh pemilik sawah ini. Padahal aku hanya makan sedikit dari hamparan padi yang begitu luas.”

Ia terkekeh mendengar jawabanku. “Iya, aku melihatmu terbang dengan cepat menghindar ketika tubuhku digoyang oleh pak tani. Sekarang dia sudah pergi. Datang ke sini nanti lagi. Makanlah kalau kau ingin mengisi perutmu.”

Mataku membulat. Suara cicitku berbunyi dengan nyaring. Gembira rasanya mendapatkan ijin untuk mengambil beberapa bulir biji padi yang sudah keemasan. Sekedar mengisi perut kecilku. Segera kupilih bulir padi yang padat berisi. Bergoyang-goyang di tangkai padi yanng merunduk karena bulirnya berisi penuh.

Tak butuh waktu lama untuk membuat perutku kenyang. Aku kembali menghampirinya. Duduk di bahunya untuk menemani menghalau kawanan burung kecil lainnya. Nggak tega meninggalkannya sendiri bekerja. Meskipun ia tak bisa berbuat banyak jika tanpa pak tani. Tubuhnya hanya bisa bergerak saat talinya ditarik. Jika tidak, kawanan burung sepertiku tetap akan bebas bekeliaran memangsa bulir padi.

Kutatap wajahnya. Senyum itu kembali menghias. “Sebetulnya aku tak pernah ingin mengusirmu saat makan padi di sini. Hanya saja aku hanya penunggu sawah pak tani. Melakukan tugasku atas kemauannya.’

“Iya, aku paham kok tugasmu. Padahal apa yang kami ambil dari sawah pak tani, tak pernah banyak. Dan tentunya tak akan menghabiskan seluruh padi yang ada di sawah ini.” kataku bependapat.

“Tapi bagi petani, kamu dan temanmu itu dianggap menghabiskan panen mereka.”

Aku teratwa terbahak mendengarnya. “Ketika kami diijinkan makan dari sawahnya, kami selalu berdoa untuk petani lo. Agar hasil panennya berlimpah.”

Kami saling memandang. “Yang penting sekarang kamu sudah kenyang kan?”

Aku mengangguk. “Kau mau aku temani sampai pak tani datang?” tanyaku.

Ia mengangguk senang. Aku terbang mengelilingi kepalanya yang tertutup caping. Kunyanyikan lagu agar ia terhibur. Sebagai ucapan terimakasihku telah diijinkan makan bulir padi.


#OneDayOnePost 

Share:

10 komentar