Tanpa Nama bagian 2

Hasil gambar untuk gambar ruang hampa
image:google


Seminggu berlalu. Dan diam itu tetap menjadi teman keseharian Alika. Setiap chatnya hanya dibalas maaf. Tak ada perbendaharaan kata-kata lagi. Sosok yang pendiam menjadi semakin diam dan pelit kosa kata.

Hingga kabar mengejutkan datang dari Tyas sahabatnya. Memberikan hasil chatnya dengan lelaki itu. Dan dia mengabarkan untuk mundur dengan baik. Jalan yang dilalui terlalu terjal.

 Dari awal kita tahu, kalau jalan yang akan kita lalui bukan jalan yang mulus. Akan ada kerikil bahkan batu besar dan runcing yang akan menghambat perjalanan kita. Kenapa baru sekarang kau mengatakan mundur karena jalan terjal?

“Aaagghhhrrr...” Alika berdiri dari posisi duduknya, berteriak dengan sekuat tenaga. Mengeluarkan beban yang menghimpit. Beban itu sudah terlalu berat hingga menyesakkan dada. Ia butuh ruang kosong untuk menghirup oksigen lebih banyak.

Air matanya masih mengalir dengan deras. Kesedihan yang bercampur dengan rasa benci. Bencikah ini? Ah, rasa cinta dan benci yang kini meraja di hatinya tak bisa ia bedakan. Jarak keduanya terlalu tipis. Hingga Alika tak bisa membedakan. Perasaan cinta atau benci yang kini berdiam di hatinya.

Diambilnya kerikil. Dilemparkan ke bawah menuju aliran sungai. Tak terdengar suara apapun. Tenggelam bersama tingginya tebing tempatnya berdiri. Kerikil itu sukses meluncur dalam air. Satu persatu titik air mulai turun. Alika bergegas menuju kendaraannya yang ia parkir. Berlari tergesa dan memacunya sebelum rintik ini menjadi hujan yang besar.

Tak dihiraukan sisa-sisa air mata yang masih mengalir di pipi. Dipacunya dengan kecepatan tinggi, menembus air langit yang mulai turun dengan keroyokan. Menembus jalanan berkelok, menurun hingga habis menyisakan jalanan lurus tanpa tanjakan dan kelokan. Alika masih memacu kuda besinya dengan kecepatan stabil. Tiba di perempatan jalan, Alika menghentikan kendaraannya karena lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Tangannya menyempatkan meraih tisu dalam tasnya. Jaketnya sudah basah kuyub. Ditariknya selembar tisu untuk mengelap wajahnya yang basah air mata bercampur dengan air hujan.

Saat lampu menjadi hijau, Alika mulai bergerak perlahan. Tak berniat untuk buru-buru. Dari arah kanan sebuah ninja hijau melesat cepat, mengejar lampu hijau yang akan berpindah. Tidak melihat vario hitam milik Alika yang akan berbelok ke kanan. Dan kejadian itu begitu cepat terjadi. Brak...! Tubuh Alika dihantam hingga terpental jauh di tengah jalan raya besar. Semua menjerit tertahan. Vario Alika tergeletak tak jauh dari tubuhnya yang dengan keras menghantam aspal. Helmya terlempar, kepala Alika menyentuh hitam dan kerasnya aspal. Tubuh Alika mengejang sesaat. Darah segar mengalir dari kedua hidung dan mulutnya. Alika menyunggingkan senyum di saat sukmanya mulai menjauh. Pengendara ninja hijau hanya terpental, lecet sedikit.


Alika memandang jasadnya. Tangannya mengelus sepucuk surat yang disimpan di dalam tas. Belum sempat ia berikan kepada Tyas. Surat untuk lelakinya, agar kembali memaafkan dirinya. Ditulisnya semalam, sebelum ia menangis hebat di atas tebing. Ia harus memberikan surat itu kepadanya, segera.

Bersambung...

#OneDayOnePost

Share:

4 komentar