Terpenjara Rindu dan Ego (bagian 2)


Iseng kubuka lagi status di BBM nya.
Aku hanya ingin masuk ke dalam ruang rindu milikmu, yang kini sudah berbatas dinding. Aku tak bisa melampauinya, meski hanya sekedar melihatmu sejenak. Tembok itu begitu tinggi...
Rupanya dia belum tidur. Kubaca statusnya, ada ngilu yang mendadak mengiris hatiku. Duh, Tuhan, apa yang ada dalam benaknya? Apakah dia benar merindukanku? Kenapa tanganku begitu angkuh untuk mengetik beberapa kata sekedar memastikan keadaannya?

Kutekan tombol off, agar hatiku tak merintih. Biarkanlah semuanya begini. Yakin, waktu akan menyembuhkan luka. Jika aku kembali menghubunginya, aku takut akan membuatnya makin terluka. Rekaman tangis dan suaranya saat menanyakan kenapa aku marah, sudah membuatku seperti ditusuk-tusuk ribuan pisau.

Mencoba merebahkan penatnya tubuh di atas kasur. Memejamkan mata meski kantukku sudah menguap pergi. Elok, andai kautahu, hatiku begitu merindukanmu.tapi aku nggak tahu harus memulai dari mana lagi?

Berbagai bayangan hadir berseliweran. Wajah Elok yang tertawa manis saat aku berhasil membuat hal lucu. Atau hanya sekedar wajah manyunnya saat aku berpamitan pergi dari sisinya. Semuanya bergantian memenuhi langit kamarku. Tak mampu mengusirnya pergi. Aagghhh, aku berteriak tertahan.

Keputusanku untuk diam hanya tak ingin menambah lukanya. Aku merasa tak pantas untuk gadis sebaik dia. Biarlah Elok belajar mencintai lelaki lain. Meskipun aku tahu, Elok bukan gadis yang mudah jatuh cinta. Tak sanggup rasanya harus melihatnya menangis. Semoga dia mengerti keputusanku.


Kantuk yang sudah menguap memaksaku berjalan menuju ruang depan. Menyalakan TV, memencet asal stasiun TV yang masih tayang. Sedangkan pikiran masih saja penuh dengan bayangan Elok. 

#OneDayOnePost

Share:

3 komentar