Permen Jahe bagian 2

Mbak Murti berlari masuk kamar dengan menjulurkan lidahnya ke arahku. Majalah yang sedang kubaca segera melayang sebelum pintu kamarnya ditutup. Lumayan, mengenai bahu kanannya. Puas membalas ledekannya, kuambil kembali majalahnya. Berjalan mendekati ibu yang masih asyik dengan jahitannya.

“Kalau tidak suka permen jahe, bilang sama Bapak. Jangan dibuang,” kata ibu tanpa melepas kesibukannya dari mesin jahit. Aku yang berdiri di samping kiri ibu hanya mengangguk. Membenarkan ucapan ibu.

Benar saja ya, jika aku bilang tak suka permen jahe, pasti bapak tak akan lagi memberikannya padaku, gumam hatiku.

Kuputuskan untuk berkata apa adanya kepada bapak, bahwa aku tak suka permen jahe. Dari pada aku buang setiap diberi, lebih baik jangan dikasih lagi. Bisa buat bapak di perjalanan. Sayang kalau terbuang.

Sebelum kaki melangkah ke kamar bapak, kulihat tubuh tingginya sudah ada di samping kanan ibu. Tersenyum menatapku. Mungkin bapak sudah tahu maksudku.

“Kamu nggak suka permen jahe to, Nduk?”

Wajahku menunduk, “Nggeh, Pak.”

Kembali senyum yang selalu kurindukan dari wajah bapak mengusir ketakutanku selama ini untuk berkata jujur tentang permen jahe pemberiannya. Perlahan kepalaku memandang wajah bapak.
“Maafkan Bapak, ya, Nduk. Besok-besok akan diingat, supaya permen jahenya tidak terbuang.”

Mendengar perkataan bapak, aku langsung menghambur ke pelukannya. Mudah-mudahan bapak akan selalu ingat, bahwa aku tak suka permen jahe.


#OneDayOnePost
#RinduDenganMbakMurtidanDeNing
#KenanganBersamaAlmarhumBapak

Share:

2 komentar